HARI
MINGGU PEKAN BIASA XVIII (H)
Pkh.
1:2,2:21-23
Mzm.
90:3-4,5-6,12-13,14,17
Kol.
3:1-5,9-11
Luk.
12:13-21
Pkh.
1:2,2:21-23
1:2 Kesia-siaan belaka, kata
Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.
2:21 Sebab, kalau ada orang
berlelah-lelah dengan hikmat, pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus
meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Ini
pun kesia-siaan dan kemalangan yang besar.
2:22 Apakah faedahnya yang
diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah di
bawah matahari dan dari keinginan hatinya?
2:23 Seluruh hidupnya penuh
kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya
tidak tenteram. Ini pun sia-sia
Kol.
3:1-5,9-11
3:1 Karena itu, kalau kamu
dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana
Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
3:2 Pikirkanlah perkara yang
di atas, bukan yang di bumi.
3:3 Sebab kamu telah mati dan
hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.
3:4 Apabila Kristus, yang
adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama
dengan Dia dalam kemuliaan.
3:5 Karena itu matikanlah
dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa
nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,
3:9 Jangan lagi kamu saling
mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,
3:10 dan telah mengenakan
manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang
benar menurut gambar Khaliknya;
3:11 dalam hal ini tiada lagi
orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang
Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua
dan di dalam segala sesuatu
Luk.
12:13-21
12:13 Seorang dari orang
banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya
ia berbagi warisan dengan aku."
12:14 Tetapi Yesus berkata
kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau
pengantara atas kamu?"
12:15 Kata-Nya lagi kepada
mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab
walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari
pada kekayaannya itu."
12:16 Kemudian Ia mengatakan
kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya
berlimpah-limpah hasilnya.
12:17 Ia bertanya dalam
hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di
mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
12:18 Lalu katanya: Inilah
yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan
mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum
dan barang-barangku.
12:19 Sesudah itu aku akan
berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk
bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan
bersenang-senanglah!
12:20 Tetapi firman Allah
kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari
padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?
12:21 Demikianlah jadinya
dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak
kaya di hadapan Allah.
Ketamakan
dan Penghormatan Harta Benda
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda Gereja
merenungkan betapa penghargaan akan materi, harta benda, dan kepemilikan itu
penting, namun juga ada batasnya. Tentu bahwa Tuhan bukan menghendaki kita
merana di dalam kemiskinan dan kekurangan, bukan itu. Memandang materi, harta
benda, dan kepemilikan itu sebatas
sarana, alat, dan kesempatan untuk berbuat bagi dunia dan sekitarnya.
Kekayaan sebagai usaha dan kerja keras itu layak
diapresiasi, ingat dalam salah satu sabda-Nya tuhan juga memberikan penghargaan
bagaimana pekerja layak mendapatkan upah. Artinya, bukan soal upah dan bayaran
yang menjadi persoalan. Namun bagaimana menghargai upah dengan syukur dan
memanfaatkan itu demi kebaikan.
Syukur juga menjadi penting, bukan malah memikirkan
dan berfokus demi kepentingan diri dan kelompok. Jika kita tarik dalam alam
modern ini, mungkin si kaya dalam bacaan
Injil hari ini adalah pejabat, yang di dalam setiap upaya kerjanya berpikir
soal proyek, aku dapat apa dari apa yang aku lakukan, bagaimana nanti membuat
rumah, mobil, bisnis, dan bahkan pasangan baru lagi. Tidak meski istri muda,
karena toh koruptor tidak mesti laki-laki. Mereka menimbun harta benda. Mau merugikan
bangsa dan negara, bukan pertimbangan mereka.
Rumah berderet-deret, setiap kota ada, ke mana-mana berganti mobil kelas mewah lagi,
kemewahan dan glamor menjadi kebanggaan. Ada seorang pejabat kalau berjalan,
berpakaian dan tas sebagai asesoris dalam bilangan milyar, ternyata diketahui
menimbun dengan mengambil uang rakyat. Fokusnya adalah kepentingan diri
sendiri.
Saudara terkasih, harta milik itu juga bisa menjadi
sarana untuk kita berperan bagi hidup bersama kita. Bagaimana mendonasikan uang
yang kita dapat untuk banyak hal yang mungkin orang lain perlukan. Sikap berbagi
ini yang masih berat karena kita tidak rela.
Mengapa tidak rela? Karena kita belum memikiliki
rasa syukur atas pemberiaan Tuhan yang
demikian banyak. Mengabaikan eran Tuhan atas apa yang kita peroleh. Kita merasa
mendapatkan itu semua karena upaya kita sendiri, usaha kita. Melupakan sisi
spiritualitas, mengabaikan peran Tuhan yang tidak kalah dominan sejatinya.
Saudara terkasih jika kita melibatkan Tuhan dan
sisi spiritualitas di dalam bekerja, tentu kita akan merasa bersyukur dan tidak
enggan untuk berbagi. Di sinilah bedanya anak-anak Allah dan anak dunia. BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar