Selasa, 20 Agustus 2019

Jadilah Pembawa Damai


HARI RAYA MINGGU BIASA XX (H)
Yes. 38:4-6,8-10
Mzm. 40:2,3,4,18
Ibr. 12:1-4
Luk. 12:49-53
38:4 Maka berfirmanlah TUHAN kepada Yesaya:
38:5 "Pergilah dan katakanlah kepada Hizkia: Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu. Sesungguhnya Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi,
38:6 dan Aku akan melepaskan engkau dan kota ini dari tangan raja Asyur dan Aku akan memagari kota ini.
38:8 Sesungguhnya, bayang-bayang pada penunjuk matahari buatan Ahas akan Kubuat mundur ke belakang sepuluh tapak yang telah dijalaninya." Maka pada penunjuk matahari itu matahari pun mundurlah ke belakang sepuluh tapak dari jarak yang telah dijalaninya.
38:9 Karangan Hizkia, raja Yehuda, sesudah ia sakit dan sembuh dari penyakitnya:
38:10 Aku ini berkata: Dalam pertengahan umurku aku harus pergi, ke pintu gerbang dunia orang mati aku dipanggil untuk selebihnya dari hidupku

12:1 Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
12:2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.
12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.
12:4 Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.


12:49 "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!
12:50 Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!
12:51 Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.
12:52 Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga.
12:53 Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya."




Jadilah Pembawa Damai

Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda Gereja diajak untuk merenungkan betapa hidup kita  ini penuh dengan perselisihan dan perbedaan. Tuhan mengatakan bahwa IA datang bukan membawa damai namun membawa perselisihan. Bagamana sikap kita di dalam menghadapi perbedaan, perselisihan, dan percekcokan itu? Apakah bisa  menjadi pendamai, atau malah menjadi salah seorang provokator, atau malah menjadi penyebabnya?
Dulu, orang itu akan ada reaksi kalau ada aksi, kini tambah satu lagi yang namanya provokasi dan kaltalis  di antara aksi dan reaksi itu. Aksi belum tentu akan ada reaksi secara spontan  dan  langsung, namun ada provokasi dan pengipas yang menjadikan itu semua menjadi lebih panas dan orang bisa saling curiga.
Sangat wajar, bagaimana dalam Injil dinyatakan bahwa akan ada perselisihan dalam keluarga sekalipun. Ingat, keluarga, yang ada kaitan kerabat, darah, biologis, dan ikatan yang saling mengenal, hidup bersama saja bisa berselisih dan bermusuhan apalagi yang tidak mengenal dan tidak ada ikatan apapun.
Sering masalah sepele menjadi masalah berkepanjangan dan menjadi permusuhan. Dalam keluarga yang paling umum adalah soal pembagian harta warisan dan peninggalan orang tua. Berbeda satu sentimeter saja, umpamanya sudah bisa nyawa melayang. Kemajuan teknologi informasi bisa menjadi bumerang,, ketika keluarga dirusak dengan perselingkuhan. Jangan kaget ada anak menantu dan mertua menjalin skandal. Bisa dibayangkan seperti apa ramai dan perselisihan di sana.
Atau ipar dengan adik atau kakak pasangannya. Dunia makin tua dan makin rusak, orang lebih cenderung mengikuti kata hatinya yang mengenakan dan menguntungkan. Soal kebenaran nanti dulu. Itu dalam keluarga.
Dalam bernegara, sama juga dengan keluarga dalam arti paling luas. Kita sebagai bangsa miris, ketika melaksanakan dan merayakan hafi ulang tahun, malah ada kejadian antaranak bangsa saling merendahkan dan berjung riuh rendah. Agama dan suku yang tersulut sehingga ada ledakan kecil. Syukur bahwa kita memiliki kasih, sehingga tidak menjadi persoalan besar ketika kitalah yang direndahkan. Paus mengatakan tidak ada kerendahhatian tanpa penistaan. Uskup Jakarta Mgr Suharyo selaku ketua KWI menyerukan tetap tenang, tidak perlu menanggapi, dan bereaksi, biarkan saja. Menenteramkan, bukan membalas apalagi merusak.
Saudara terkasih, ketika ada perselisihan, apa yang kita lakukan? Apakah tetap untuk terlibat atau malah menjadi aktor utama? Di sinilah peran penting menjadi anak-anak Allah. mendamaikan dan menjadi juru damai, tanpa mengorbankan iman, keadilan, dan kebenaran. BD.eLeSHa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar