Selasa, 27 Agustus 2019

Keadilan, Belas Kasih, dan Kesetiaan


Pw. S. Monika, WntKds, Ibu S. Agustinus (P)
1 Tes. 2:1-8
Mzm. 139:1-3,4-6
Mat. 23:23-26



1 Tes. 2:1-8

2:1 Kamu sendiri pun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia.
2:2 Tetapi sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat.
2:3 Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya.
2:4 Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.
2:5 Karena kami tidak pernah bermulut manis -- hal itu kamu ketahui -- dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi -- Allah adalah saksi --
2:6 juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus.
2:7 Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.
2:8 Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.


Mat. 23:23-26

23:23 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.
23:24 Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.
23:25 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.
23:26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih



Keadilan, Belas Kasih, dan Kesetiaan

Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda Gereja merenungkan mengenai peri hidup kita. Bagaimana hidup kita sering abai akan yang prinsip, namun mengejar yang permukaan, yang dangkal, dan tidak mendasar dalam hidup bersama. Sering kita gagal mencapai apa yang seharusnya kita upayakan, karena asyik dengan konsep, tampilan, dan model-model yang lahiriah namun seolah adalah segalanya. Beberapa hal yang seharusnya kita usahakan dengan baik dan seharusnya terjadi adalah;
Keadilan. Sering kita abaikan, malah meninabobokan bahwa Tuhan yang akan membalas. Tidak, ada pula manusia yang harus berbuat adil. Jangan menjadikan hidup surgawi sebagai pembenar atas perilaku tidak adil kita.
Ada pula orang dan  tindakan untuk mengabaikan keadilan karena mengedepankan prosedur. Ketika sudah sesuai prosedur, meskipun itu melanggar asal keadilan sudah dianggap benar.  Pemikiran ini masih demikian kuat dalam lingkungan hidup kita.
Termasuk egoisme juga melanggar azas keadilan. Bagaimana orang hanya mementingkan diri sendiri bisa adil bukan? Sikap adil harus dimulai dari diri sendiri dulu.
Belas kasih. Jika tidak hati-hati, kita hanya jatuh pada rasa kasihan. Kasihan itu tidak membantu, bahkan malah menjerumuskan. Contohnya, anak kecil yang selalu dibantu ini dan itu karena alasan kasihan, masih kecil, dan biar toh orang tuanya bisa, membuat mereka manja, kolokan, dan tidak belajar. Belas kasih itu kadang juga memarahi atau menghardik demi kebaikan. Ingat demi kebaikan, bukan kebiasaan.
Belas kasih itu juga termasuk melarang, bukan membiarkan apapun yang dilakukan. Itu bukan belas kasih, namun pembiaran yang sangat mungkin merusak. Umat beriman Kristiani harus memiliki sikap belas kasih, namun bukan kasihan, bukan juga kelewatan dan penuh dengan pembiaran.
Kesetiaan. Salah satu penelitian menyebutkan media sosial membuat angka perceraian dan perselingkuhan meningkat. Kesetiaan dalam keluarga menjadi kacau karena adanya media sosial. Itu kesetiaan dalam ranah keluarga. Kesetiaan pada proses dan taat azas pun kadang kita jumpai sangat minim. Bagaimana orang dengan leluasa meninggalkan komitmennya karena tergiur tawaran duniawi.
Kita bisa belajar setia pada Monika, di mana ia teguh dalam iman, mendoakan suami dan anaknya yang masih bersikukuh dengan cara berimannya yang lama. Doa ibu yang tidak kenal henti membuat semuanya indah pada akhirnya. BD. eLeSHa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar