Pw.
S. Monika, WntKds, Ibu S. Agustinus (P)
1
Tes. 2:1-8
Mzm.
139:1-3,4-6
Mat.
23:23-26
1
Tes. 2:1-8
2:1 Kamu sendiri pun memang
tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia.
2:2 Tetapi sungguhpun kami
sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun
dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil
Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat.
2:3 Sebab nasihat kami tidak
lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai
tipu daya.
2:4 Sebaliknya, karena Allah
telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena
itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk
menyukakan Allah yang menguji hati kita.
2:5 Karena kami tidak pernah
bermulut manis -- hal itu kamu ketahui -- dan tidak pernah mempunyai maksud
loba yang tersembunyi -- Allah adalah saksi --
2:6 juga tidak pernah kami
mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain,
sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus.
2:7 Tetapi kami berlaku ramah
di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.
2:8 Demikianlah kami, dalam
kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan
kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.
Mat.
23:23-26
23:23 Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang
terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan
dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.
23:24 Hai kamu
pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta
yang di dalamnya kamu telan.
23:25 Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh
rampasan dan kerakusan.
23:26 Hai orang Farisi yang
buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan
bersih
Keadilan,
Belas Kasih, dan Kesetiaan
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda
Gereja merenungkan mengenai peri hidup kita. Bagaimana hidup kita sering abai
akan yang prinsip, namun mengejar yang permukaan, yang dangkal, dan tidak
mendasar dalam hidup bersama. Sering kita gagal mencapai apa yang seharusnya
kita upayakan, karena asyik dengan konsep, tampilan, dan model-model yang
lahiriah namun seolah adalah segalanya. Beberapa hal yang seharusnya kita
usahakan dengan baik dan seharusnya terjadi adalah;
Keadilan. Sering kita abaikan, malah meninabobokan bahwa Tuhan yang
akan membalas. Tidak, ada pula manusia yang harus berbuat adil. Jangan
menjadikan hidup surgawi sebagai pembenar atas perilaku tidak adil kita.
Ada pula orang dan tindakan
untuk mengabaikan keadilan karena mengedepankan prosedur. Ketika sudah sesuai
prosedur, meskipun itu melanggar asal keadilan sudah dianggap benar. Pemikiran ini masih demikian kuat dalam
lingkungan hidup kita.
Termasuk egoisme juga melanggar azas keadilan. Bagaimana orang hanya
mementingkan diri sendiri bisa adil bukan? Sikap adil harus dimulai dari diri
sendiri dulu.
Belas kasih. Jika tidak hati-hati, kita hanya jatuh pada rasa kasihan.
Kasihan itu tidak membantu, bahkan malah menjerumuskan. Contohnya, anak kecil
yang selalu dibantu ini dan itu karena alasan kasihan, masih kecil, dan biar
toh orang tuanya bisa, membuat mereka manja, kolokan, dan tidak belajar. Belas
kasih itu kadang juga memarahi atau menghardik demi kebaikan. Ingat demi
kebaikan, bukan kebiasaan.
Belas kasih itu juga termasuk melarang, bukan membiarkan apapun yang
dilakukan. Itu bukan belas kasih, namun pembiaran yang sangat mungkin merusak.
Umat beriman Kristiani harus memiliki sikap belas kasih, namun bukan kasihan,
bukan juga kelewatan dan penuh dengan pembiaran.
Kesetiaan. Salah satu penelitian menyebutkan media
sosial membuat angka perceraian dan perselingkuhan meningkat. Kesetiaan dalam
keluarga menjadi kacau karena adanya media sosial. Itu kesetiaan dalam ranah
keluarga. Kesetiaan pada proses dan taat azas pun kadang kita jumpai sangat
minim. Bagaimana orang dengan leluasa meninggalkan komitmennya karena tergiur
tawaran duniawi.
Kita bisa belajar setia pada Monika, di mana ia
teguh dalam iman, mendoakan suami dan anaknya yang masih bersikukuh dengan cara
berimannya yang lama. Doa ibu yang tidak kenal henti membuat semuanya indah
pada akhirnya. BD. eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar