Pw.
Paulus Miki, Im dkk, Mrt (M)
1
Raj. 2:1-4,10-12
1
Taw. 29:10,11ab,11d-12a,112bcd
Mrk.
6:7-13
1
Raj. 2:1-4,10-12
2:1 Ketika saat kematian Daud
mendekat, ia berpesan kepada Salomo, anaknya:
2:2 "Aku ini akan
menempuh jalan segala yang fana, maka kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti
laki-laki.
2:3 Lakukanlah kewajibanmu
dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang
ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah,
peraturan dan ketentuan-Nya, seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya
engkau beruntung dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju,
2:4 dan supaya TUHAN menepati
janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yakni: Jika anak-anakmu laki-laki tetap
hidup di hadapan-Ku dengan setia, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa,
maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel.
2:10 Kemudian Daud mendapat
perhentian bersama-sama nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di kota Daud.
2:11 Dan Daud memerintah
orang Israel selama empat puluh tahun; di Hebron ia memerintah tujuh tahun, dan
di Yerusalem ia memerintah tiga puluh tiga tahun.
2:12 Salomo duduk di atas
takhta Daud, ayahnya, dan kerajaannya sangat kokoh.
Mrk.
6:7-13
6:7 Ia memanggil kedua belas
murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh
jahat,
6:8 dan berpesan kepada
mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat,
roti pun jangan, bekal pun jangan, uang dalam ikat pinggang pun jangan,
6:9 boleh memakai alas kaki,
tetapi jangan memakai dua baju.
6:10 Kata-Nya selanjutnya
kepada mereka: "Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu
rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu.
6:11 Dan kalau ada suatu
tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan
kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai
peringatan bagi mereka."
6:12 Lalu pergilah mereka
memberitakan bahwa orang harus bertobat,
6:13 dan mereka mengusir
banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan
mereka.
Paulus
Miki dan Mengandalkan Tuhan Semata
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda
Gereja merenungkan bagaimana perutusan kita. Perutusan yang harus mengandalkan
Tuhan semata di dalam menjalaninya. Kita di dalam kehidupan sehari-hari itu
tidak lepas dari perutusan di dalam Tuhan. Setiap nafas hidup kita di dalam
menjalankan kehendak dan perutusan dari Tuhan. Apa yang kita lakukan bukan apa
yang kita kehendaki, namun apa yang Tuhan rancangkan.
Kita diutus itu mungkin seolah hapal di luar
kepala, pengajaran berulang-ulang, plus setiap dalam kegiatan Gerejani hal ini
juga menjadi penekanan. Salah satu yang perlu kita sadari adalah kesiapsediaan
untuk menjalankan tanpa penolakan, apalagi memikirkan bekal dan apa yang kita
miliki dan akan kita jadikan bekal. Paling sering adalah jawaban penolakan,
bukan tidak mau namun merasa tidak mampu dan tidak layak, tidak cukup bekal dan
seterusnya.
Dalam bacaan kali ini justru Yesus melarang para
murid membawa bekal. Mengapa? Jika demikian sangat mungkin kita menjadi abai
akan kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Jauh lebih
mengandalkan sisi manusiawi
sendiri. Hal yang sangat wajar ketika kita belum bertumbuh dalam iman.
Termasuk mengalahkan diri sendiri untuk mampu
mengandalkan Tuhan dalam hidup kita. Hal yang sangat tidak mudah dan menjadi
perjuangan, mungkin seumur hidup. Padahal sederhana malah. Namun mengapa menjadi demikian susah? Karena rasio
kita yang dominan.
Saudara terkasih, hari ini Gereja juga merayakan
Para Martir Jepang. Imam dan awam Jesuit yang menjadi korban dan kemartiran di
tanah Jepang. Siksaan ngeri dan Paulus sebagai imam meneguhkan para katekis dan
awam yang disesah itu. Apakah hukuman dari kekaisaran ini mampu merampas iman
mereka? Dan mereka tetap setia, bahkan dengan dibunuh dengan cara di salib. Mereka
tetap setia dan wafat ketika lambung mereka ditombak. Jalan kemartiran yang
identik dengan apa yang Tuhan Yesus terima.
Apa yang dilakukan Paulus Miki dan kawan-kawan
tampaknya adalah jalan perutusan yang mendasar, mereka menjalankan kehendak
Tuhan bahkan dengan mengorbankan nyawa mereka. Salib kita mungkin berbeda-beda,
namun bagaimana kita menjalani dan memanggulnya itu dengan penuh kesetiaan atau
malah nglokro, dan kemudian memangkas
salib itu biar ringan?BD. eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar