Rabu Pekan
Biasa XXXII (H)
Keb.
1:1-11
Mzm.
82:3-4,6-7
Luk.
17:11-19
Keb.
1:1-11
6:1 Dengarkanlah, hai para raja, dan hendaklah mengerti,
belajarlah, hai para penguasa di ujung-ujung bumi.
6:2 Condongkanlah telinga, hai kamu yang memerintah orang banyak
dan bermegah karena banyaknya bangsa-bangsamu.
6:3 Sebab dari Tuhanlah kamu diberi kekuasaan dan pemerintahan
datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaanmu serta
menyelami rencanamu,
6:4 oleh karena kamu yang hanya menjadi abdi dari kerajaan-Nya
tidak memerintah dengan tepat, tidak pula menepati hukum, atau berlaku menurut
kehendak Allah.
6:5 Dengan dahsyat dan cepat Ia akan mendatangi kamu, sebab
pengadilan yang tak terelakkan menimpa para pembesar.
6:6 Memang yang bawahan saja dapat dimaafkan karena belas kasihan,
tetapi yang berkuasa akan disiksa dengan berat.
6:7 Sang Kuasa atas segala-galanya tidak akan mundur terhadap
siapapun, dan kebesaran orang tidak dihiraukan-Nya. Sebab yang kecil dan yang
besar dijadikan oleh-Nya, dan semua dipelihara oleh-Nya dengan cara yang sama.
6:8 Tetapi terhadap yang berkuasa akan diadakan pemeriksaan keras.
6:9 Jadi perkataanku ini tertuju kepada kamu, hai pembesar, agar
kamu belajar kebijaksanaan dan jangan sampai terjatuh.
6:10 Sebab mereka yang secara suci memelihara yang suci akan
disucikan pula, dan yang dalam hal itu terpelajar akan mendapat pembelaan.
6:11 Jadi, hendaklah menginginkan serta merindukan perkataanku,
maka kamu akan dididik.
Luk.
17:11-19
17:11 Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan
Samaria dan Galilea.
17:12 Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta
menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh
17:13 dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!"
17:14 Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah,
perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah
jalan mereka menjadi tahir.
17:15 Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh,
kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,
17:16 lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur
kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria.
17:17 Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi
semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?
17:18 Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan
Allah selain dari pada orang asing ini?"
17:19 Lalu Ia berkata kepada orang itu: "Berdirilah dan
pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau."
Ku Bersyukur
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda
Gereja merenungkan betapa ungkapan syukur dan terima kasih itu tidak mudah. Berat
untuk sekadar matur nuwun, terima
kasih, dan bersyukur kepada Tuhan atas segala kasih karunia-Nya. Bayangkan,
satu saja hal sederhan, pernh tidak menyadari dan memerintahkan hidung kita
untuk menarik nafas dan mengembuskannya? Tidak pernah bukan?
Apalagi sampai berpikir menyaring mana yang O2
atau oksigen dan mana yang CO2 carbon monoksida yang perlu
dibuang karena bisa berbahaya bagi tubuh. Kecuali beberapa praktisi meditasi
akan menggunakan itu untuk membawa kepada keheningan. Sepele lagi, mengedipkan
mata, mana pernah kita menyadari, kecuali ada gadis lewat yang kita
taksir. Selain itu, abai, spontan, dan
berlaku begitu saja.
Kita sering demikian dimanjakan oleh Tuhan dengan
berbagai-bagai hal, dan melupakan ungkapan syukur dan terima kasih. Lihat saja
gaya hidup kita yang ugal-ugalan dalam makan. Ketika sakit baru sadar dan
teriak-teriak, dan mohon ampun pada Tuhan. Demikian juga ketika menggunakan
alam ciptaan dengan seenaknya sendiri, membuang sampah sembarangan, namun
ketika banjir dan adanya tanah longsor dan sejenisnya baru mengaku kapok dan
besok juga mengulanginya lagi.
Saudara terkasih, ungkapan syukur dan terima kasih
itu bukan sebuah hal yang berart ketika kita mau tahu, mau sadar, dan mau
mengerti bahwa Tuhan telah memberikan begitu banyak kelimpahan. Sedihnya, sering malah kita
ingatnya bahwa Tuhan belum menjawab doa kita, bukan yang sudah kita terima. Ini
sangat umum, jamak, dan biasa terjadi.
Dalam bacaan Injil kita belajar, bagaimana orang
asing, orang kafir, dan orang yang dianggap tidak beradab itu malah memiliki
ungkapan syukur. Berbalik untuk berterima kasih kepada Tuhan Yesus yang sudah
menyembuhkannya. Padahal sembilan lainnya semua juga sembuh. Mereka fokus pada
dirinya, ketika memikirkan tahir dan status mereka kembali menjadi prioritas. Si
kafir bersyukur kepada siapa yang membuat ia tahir dan sehat kembali.
Bagaimana sikap kita dalam mengungkapkan syukur
akan terpancar dengan perilaku penuh semangat. Mengapa demikian? Karena kita
tahu ada Tuhan dan kasih-Nya yang tidak berkesudahan dan berkelimpahan
sepanjang masa. BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar