Pw.
SP. Maria Berdukacita (P)
1
Kor. 12:31-13:13
Mzm.
31:2-3a,3b-4,5-6,15-16,20
Yoh.
19:25-27
1
Kor. 12:31-13:13
12:31 Jadi berusahalah untuk
memperoleh karunia-karunia yang paling utama. Dan aku menunjukkan kepadamu
jalan yang lebih utama lagi.
13:1 Sekalipun aku dapat
berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku
tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang
gemerincing.
13:2 Sekalipun aku mempunyai
karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh
pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan
gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
13:3 Dan sekalipun aku
membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku
untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada
faedahnya bagiku.
13:4 Kasih itu sabar; kasih
itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
13:5 Ia tidak melakukan yang
tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan
tidak menyimpan kesalahan orang lain.
13:6 Ia tidak bersukacita
karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
13:7 Ia menutupi segala
sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
segala sesuatu.
13:8 Kasih tidak
berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan
lenyap.
13:9 Sebab pengetahuan kita
tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
13:10 Tetapi jika yang
sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.
13:11 Ketika aku kanak-kanak,
aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku
berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku
meninggalkan sifat kanak-kanak itu.
13:12 Karena sekarang kita
melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan
melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna,
tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.
13:13 Demikianlah tinggal
ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di
antaranya ialah kasih.
Yoh.
19:25-27
19:25 Dan dekat salib Yesus
berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.
19:26 Ketika Yesus melihat
ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada
ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!"
19:27 Kemudian kata-Nya
kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu
menerima dia di dalam rumahnya
Kasih
itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu.
Ia
tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Saudara terkasih, Paulus hari ini menunjukkan sikap
Salib, di mana palang vertikal saja, yaitu berkaitan dengan iman dan relasional
terhadapan Yang Illahiah, perlu disempurnakan dan dilengkapi dengan sikap hati yang
baik kepada sesama. Ia menggambarkan apapun keunggulan Ilahiah, kalau pribadi
tersebut buruk relasinya, dalam bahasa Paulus adalah kasih tersebut tidak baik
akan sia-sia lah apa yang terjadi dengan iman dan keunggulan kita. Sikap hati
yang baik kepada Tuhan dan sesama merupakan kesatuan utuh bagi kepribadian
berkualitas bagi Paulus.
Tekanan cinta Tuhan dan sesama ini hingga hari ini
masih aktual, karena apa yang dilakukan orang biasanya timpang. Pengabdian
kepada Tuhan baik dan luar biasa, anak-dan pasangan hidup protes karena
sibuknya mengurus Gereja. Demikian pula karena keluarga dan peemnuhan kebutuhan
dan persoalan keluarga, dengan enteng meninggalkan kewajiban untuk menjalin
relasi dengan Tuhan. Alasan Tuhan Mahakuasa, Tuhan Mahatahu sering dijadikan
alat dan pembenaran sikap “malas, enggan, dan menutupi kekurangannya” dalam
menjalin komunikasi dengan Tuhan Allah. Peekembangan teknologi yang
menghubungkan kemanusiaan tanpa batas, sering juga meninggalkan kasih dan iman
yang mendalam bagi manusia. Keasyikan kita dengan media sosial menjadikan kita
asyik dengan yang jauh dan antah barantah dibandingkan dengan Tuhan dan
keluarga, kerabat, yang ada di dekat kita. Kasih mengatasi sikap buruk kita
menjadi manusia yang lebih berkualitas.
Kualitas seperti apa yang Tuhan teladankan kepada
kita? Keteladanan bersikap tak berubah dalam segala suasana. Lihat Bunda Maria,
berjalan bersama Tuhan di dalam seluruh peristiwa Salib. Sejak penangkapan,
penyiksaan, bahkan ketika di bawah kayu salib, Ibu Maria dengan tekun
mendampingi Puteranya, meskipun hatinya terkoyak, mana ada seorang ibu yang
tidak terkoyak melihat kepedihan, kekejian, kekejaman yang ditimpakan kepada
Puteranya. Salib pedih Tuhan itu juga salib yang terperikan kepada Bunda Maria.
Ia tetap teguh menjalani itu semua sebagai bagian hidup yang tak terpisahkan.
Setia di dalam suka cita banyak yang melakukan, namun di dalam kondisi paling
buruk, kondisi terjelek Ibu Maria tetap menjalaninya. Ini semua karena iman, kasih,
dan sikap hati Maria.BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar