Sabtu Pekan
adven III (U)
Kid. 2:8-14
Mzm.
33:2-3,11-12,20-21
Luk.
1:39-45
Kid. 2:8-14
2:8 Dengarlah!
Kekasihku! Lihatlah, ia datang, melompat-lompat di atas gunung-gunung,
meloncat-loncat di atas bukit-bukit.
2:9 Kekasihku
serupa kijang, atau anak rusa. Lihatlah, ia berdiri di balik dinding kita,
sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi.
2:10 Kekasihku
mulai berbicara kepadaku: "Bangunlah manisku, jelitaku, marilah!
2:11 Karena lihatlah,
musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu.
2:12 Di ladang
telah nampak bunga-bunga, tibalah musim memangkas; bunyi tekukur terdengar di
tanah kita.
2:13 Pohon ara
mulai berbuah, dan bunga pohon anggur semerbak baunya. Bangunlah, manisku,
jelitaku, marilah!
2:14 Merpatiku di
celah-celah batu, di persembunyian lereng-lereng gunung, perlihatkanlah
wajahmu, perdengarkanlah suaramu! Sebab merdu suaramu dan elok wajahmu!"
Luk.
1:39-45
1:39
Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan
menuju sebuah kota di Yehuda.
1:40
Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet.
1:41
Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam
rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus,
1:42
lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua
perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.
1:43
Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?
1:44
Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam
rahimku melonjak kegirangan.
1:45
Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya
dari Tuhan, akan terlaksana.
Beriman
dan Berbahagia
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda
Gereja merenungkan, bagaimana kebahagiaan antara dua pribadi luar biasa, Maria
dan Elisabet. Mereka berdua mengandung dalam kondisi istimewa dan mukjizat.
Bahagia menjadi kata kunci yang penting dalam kehidupan beriman. Pun kata
percaya yang bisa juga bermakna iman. Keduanya saling terkait dan menjadi
penting.
Pertama mengenai gembira. Eilsabet menyambut Maria
dengan bahagia. Ia mengatakan betapa bahagianya, dan bahkan bayi yang dikandungannya
pun ikut menyambut. Merasa diri tidak pantas, sehingga mengatakan, siapakah
dirinya sehingga ibu Tuhan pun datang
mengunjunginya. Kegembiraan dan tahu diri dan kapasitas. Ia itu bukan
siapa-siapa di hadapan Maria sebagai ibu dari Sang Penebus.
Merasa dan tahu diri, ini sikap orang percaya.
Imannya yang membuatnya mampu dan tahu kapasitas. Kerendahan hati, jiwa mulia
karena terlibat dalam kasrya keselamatan dari Allah. Pribadi istimewa yang akan
membawa pendahulu dari Sang Imanuel.
Kedua, sikap percaya. Jelas ini dimulai dari peran
Maria, yang mengatakan, aku hamba Tuhan. Sanggup
menjalankan tugas perutusan menjadi ibu dari Sang Penebus. Dengan segala
konsekuensinya. Dan ia percaya, kepercayaan kepada kuasa Allah yang ia coba
lakukan.
Kepercayaan yang patut menjadi contoh dan teladan
bagi kita untuk memiliki sikap percaya kepada kuasa dan kehendak Tuhan. Sikap
yang membawa kebahagiaan. Iman, sikap percaya itu membahagikan. Kebahagiaan itu
terjadi jika kita memiliki iman.
Saudara terkasih, apakah iman kita, sikap percaya
kita, dan keberadaan kita sudah membawa kebagaiaan? Atau apakah kita sudah
penuh kebahagiaan dan suka cita di dalam menyambut Sang Bayi pada Natal nanti?
Ada dua konsekuensi, jika kita tidak bersuka cita,
ke mana iman kita? Ada yang perlu dibenahi sehingga kita berbahagia dan bersuka
cita di dalam beriman dan juga menyambut Natal nanti.
Lebih menakutkan jika kita malah menjadi penyebab
orang tidak bersuka cita. Apapun alasannya, apapun dalihnya, sengaja atau
tidak, kita bisa menjadi penyebab duka bagi orang lain, bagaimana
pertanggungjawaban beriman kita?
Suka cita itu harusnya bertumbuh dan menjadi virus
yang membuat dunia juga bersuka cita. Tidak layak kita menjadi penyebab duka
bagi pihak lain. BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar