Pw. S.
Monika, PrpKudus, ibu S. Agustinus
2 Tes.
1:1-5,11-12
Mzm.
96:1-5
Mat.
23:13-22
2 Tes.
1:1-5,11-12
:1 Dari Paulus, Silwanus dan Timotius, kepada jemaat orang-orang
Tesalonika di dalam Allah Bapa kita dan di dalam Tuhan Yesus Kristus.
1:2 Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan
dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.
1:3 Kami wajib selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu,
saudara-saudara. Dan memang patutlah demikian, karena imanmu makin bertambah
dan kasihmu seorang akan yang lain makin kuat di antara kamu,
1:4 sehingga dalam jemaat-jemaat Allah kami sendiri bermegah
tentang kamu karena ketabahanmu dan imanmu dalam segala penganiayaan dan
penindasan yang kamu derita:
1:5 suatu bukti tentang adilnya penghakiman Allah, yang menyatakan
bahwa kamu layak menjadi warga Kerajaan Allah, kamu yang sekarang menderita
karena Kerajaan itu.
1:11 Karena itu kami senantiasa berdoa juga untuk kamu, supaya
Allah kita menganggap kamu layak bagi panggilan-Nya dan dengan kekuatan-Nya
menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik dan menyempurnakan segala
pekerjaan imanmu,
1:12 sehingga nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu dan
kamu di dalam Dia, menurut kasih karunia Allah kita dan Tuhan Yesus Kristus.
Mat.
23:13-22
23:13 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di
depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang
berusaha untuk masuk.
23:14 [Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda
sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu
kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.]
23:15 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah
daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah
ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari
pada kamu sendiri.
23:16 Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata:
Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait
Suci, sumpah itu mengikat.
23:17 Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang
lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?
23:18 Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi
bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat.
23:19 Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting,
persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu?
23:20 Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah
demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya.
23:21 Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi
Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ.
23:22 Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi
takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya.
Santa Monika
Monika, Ibu Santo Agustinus dari Hippo,
adalah seorang ibu teladan. Iman dan cara hidupnya yang terpuji patut dicontoh
oleh ibu-ibu Kristen terutama mereka yang anaknya tersesat oleh berbagai ajaran
dan bujukan dunia yang menyesatkan. Riwayat hidup Monika terpaut erat dengan
hidup anaknya Santo Agustinus yang terkenal bandel sejak masa mudanya. Monika
lahir di Tagaste, Afrika Utara dari sebuah keluarga Kristen yang saleh dan
beribadat. Ketika berusia 20 tahun, ia menikah dengan Patrisius, seorang pemuda
kafir yang cepat panas hatinya.
Dalam kehidupannya bersama Patrisius, Monika
mengalami tekanan batin yang hebat karena ulah Patrisius dan anaknya Agustinus.
Patrisius mencemoohkan dan menertawakan usaha keras isterinya mendidik
Agustinus menjadi seorang pemuda yang luhur budinya. Namun semuanya itu
ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon campur tangan
Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa doanya dikabulkan
Tuhan. Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta
dipermandikan. Monika sungguh bahagia dan mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat
kritis suaminya.
Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan
sedang menempuh pendidikan di kota Kartago. Cara hidupnya semakin
menggelisahkan hati ibunya karena telah meninggalkan imannya dan memeluk ajaran
Manikeisme yang sesat itu. Lebih dari itu, di luar perkawinan yang sah, ia
hidup dengan seorang wanita hingga melahirkan seorang anak yang diberi nama
Deodatus. Untuk menghindarkan diri dari keluhan ibunya, Agustinus pergi ke
Italia. Namun ia sama sekali tidak luput dari doa dan air mata ibunya.
Monika berlari meminta bantuan kepada seorang
uskup. Kepadanya uskup itu berkata: “Pergilah kepada Tuhan! Sebagaimana engkau
hidupa, demikian pula anakmu, yang bagimu telah kaucurahkan banyak air mata dan
doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu.”
Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menenteramkan hatinya. Ia tidak tega
membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga ia menyusul anaknya ke Italia.
Di sana ia menyertai anaknya di Roma maupun di Milano. Di Milano, Monika
berkenalan dengan Uskup Santo Ambrosius. Akhirnya oleh teladan dan bimbingan
Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi Allah dan
sesamanya. Saat itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan
hidupnya. Hal ini terlukis di dalam kesaksian Agustinus sendiri perihal
perjalanan mereka pulang ke Afrika: “Kami berdua terlibat dalam pembicaraan
yang sangat menarik, sambil melupakan liku-liku masa lalu dan menyongsong hari
depan. Kami bertanya-tanya, seperti apakah kehidupan para suci di surga… Dan
akhirnya dunia dengan segala isinya ini tidak lagi menarik bagi kami. Ibu
berkata: “Anakku, bagi ibu sudah ada sesuatu pun di dunia ini yang memikat
hatiku. Ibu tidak tahu untuk apa mesti hidup lebih lama. Sebab, segala harapan
ibu di dunia ini sudah terkabul”. Dalam tulisan lain, Agustinus mengisahkan
pembicaraan penuh kasih antara dia dan ibunya di Ostia: “Sambil duduk di dekat
jendela dan memandang ke laut biru yang tenang, ibu berkata: “Anakku,
satu-satunya alasan yang membuat aku masih ingin hidup sedikit lebih lama lagi
ialah aku mau melihat engkau menjadi seorang Kristen sebelum aku menghembuskan
nafasku. Hal itu sekarang telah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah
telah menggerakkan engkau untuk mempersembahkan dirimu sama sekali kepadaNya
dalam pengabdian yang tulus kepadaNya. Sekarang apa lagi yang aku
harapkan?”Beberapa hari kemudian, Monika jatuh sakit. Kepada Agustinus, ia
berkata: “Anakku, satu-satunya yang kukehendaki ialah agar engkau mengenangkan
daku di Altar Tuhan.” Monika akhirnya meninggal dunia di Ostia, Roma. Teladan
hidup santa Monika menyatakan kepada kita bahwa doa yang tak kunjung putus, tak
dapat tiada akan didengarkan Tuhan.Imankatolik.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar