Senin
Pekan Biasa XIX (H)
Yeh.
1:2-5,24-2:1
Mzm.
148:1-2,11-14
Mat.
17:22-27
Yeh.
1:2-5,24-2:1
1:2 Pada tanggal lima bulan itu, yaitu tahun kelima sesudah raja
Yoyakhin dibuang,
1:3 datanglah firman TUHAN kepada imam Yehezkiel, anak Busi, di
negeri orang Kasdim di tepi sungai Kebar, dan di sana kekuasaan TUHAN meliputi
dia.
1:4 Lalu aku melihat, sungguh, angin badai bertiup dari utara, dan
membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu
dikelilingi oleh sinar; di dalam, di tengah-tengah api itu kelihatan seperti
suasa mengkilat.
1:5 Dan di tengah-tengah itu juga ada yang menyerupai empat
makhluk hidup dan beginilah kelihatannya mereka: mereka menyerupai manusia,
1:24 Kalau mereka berjalan, aku mendengar suara sayapnya seperti
suara air terjun yang menderu, seperti suara Yang Mahakuasa, seperti keributan
laskar yang besar; kalau mereka berhenti, sayapnya dibiarkan terkulai.
1:25 Maka kedengaranlah suara dari atas cakrawala yang ada di atas
kepala mereka; kalau mereka berhenti, sayapnya dibiarkan terkulai.
1:26 Di atas cakrawala yang ada di atas kepala mereka ada
menyerupai takhta yang kelihatannya seperti permata lazurit; dan di atas yang
menyerupai takhta itu ada yang kelihatan seperti rupa manusia.
1:27 Dari yang menyerupai pinggangnya sampai ke atas aku lihat
seperti suasa mengkilat dan seperti api yang ditudungi sekelilingnya; dan dari
yang menyerupai pinggangnya sampai ke bawah aku lihat seperti api yang
dikelilingi sinar.
1:28 Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di
awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah
kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu
kudengar suara Dia yang berfirman.
2:1 Firman-Nya kepadaku: "Hai anak manusia, bangunlah dan
berdiri, karena Aku hendak berbicara dengan engkau."
Mat.
17:22-27
17:22 Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di
Galilea, Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam
tangan manusia
17:23 dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan
dibangkitkan." Maka hati murid-murid-Nya itu pun sedih sekali.
17:24 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah
pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: "Apakah gurumu tidak
membayar bea dua dirham itu?"
17:25 Jawabnya: "Memang membayar." Dan ketika Petrus
masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: "Apakah pendapatmu,
Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya
atau dari orang asing?"
17:26 Jawab Petrus: "Dari orang asing!" Maka kata Yesus
kepadanya: "Jadi bebaslah rakyatnya.
17:27 Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi
mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing,
tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat
dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan
bagimu juga."
Jangan Menjadi Batu Sandungan
Saudara terkasih, hari ini kita diajarkan oleh Tuhan dengan sabda-Nya,
jangan menjadi batu sandungan. Dalam konteks ini adalah soal bea, atau pajak. Berbicara
mengenai pajak tentu hal yang sangat kontekstual yang sedang terjadi di dalam
hidup berbangsa bagaimana bangsa ini memerlukan demikian banyak untuk melakukan
pembiayaan hidup sebagai bangsa. Salah satu yang penting adalah pajak. Salut bagi
Gereja ketika pembicaraan tax amnesty menjadi pro dan kontra Gereja Katolik
mendukung penuh kebijakan negara. Pajak itu kewajiban, aneh ketika Gereja tidak
mendukung program negara.
Pun sebagai warga Gereja tidak bisa melepaskan
diri dari tanggung jawab sebagai warga negara, di mana membayar pajak sebagai
kewajiban perlu kita lakukan. Berbagai jenis pajak perlu ditaati dengan
semstinya. Membayar dengan jujur, bukan malah mengelabui petugas dengan
berbagai cara. Jika demikian, bagaimana keteladanan Yesus kita ikuti bukan? Taat
pajak juga menjadi gambaran warga Gereja yang baik dan benar.
Saudara terkasih, batu sandungan dalam konteks
yang luas juga bisa berarti banyak. Bagaimana kita di dalam hidup bersama bisa
menjadi lebih baik. Keprihatinan bersama sebagai bangsa hari-hari ini adalah
berita bohong, membesar-besarkan perbedaan, perselisihan yang makin meruncing
hanya karena hal sepele, kalimat kebencian dan hujatan yang tidak mendasar
kadang. Nah di sinilah peran kita diuji, apakah kita ikut di sana, atau mampu
menjadi agen perubahan. Jika tidak mampu menjadi pembawa kebaikan sepenuhnya,
minimal tidak perlu ikut dalam kancah caci maki, ikut dalam menyebarkan berita
tidak benar, dan seterusnya.
Batu sandungan, dan peran kita sebagai warga
negara mendapatkan momentum di dalam hidup bersama, memang batu sandungan juga berbeda, namun
berbeda dalam hal yang baik. Menyingkirkan kemungkinan yang menghambat hidup
bersama, membawa pesan damai, serta mampu menemukan persamaan bukan malah
memperlebar perbedaan yang membawa pada perselisihan.BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar