Senin, 13 Agustus 2018

Jangan Menjadi Batu Sandungan


Senin Pekan Biasa XIX (H)
Yeh. 1:2-5,24-2:1
Mzm. 148:1-2,11-14
Mat. 17:22-27



Yeh. 1:2-5,24-2:1

1:2 Pada tanggal lima bulan itu, yaitu tahun kelima sesudah raja Yoyakhin dibuang,
1:3 datanglah firman TUHAN kepada imam Yehezkiel, anak Busi, di negeri orang Kasdim di tepi sungai Kebar, dan di sana kekuasaan TUHAN meliputi dia.
1:4 Lalu aku melihat, sungguh, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam, di tengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat.
1:5 Dan di tengah-tengah itu juga ada yang menyerupai empat makhluk hidup dan beginilah kelihatannya mereka: mereka menyerupai manusia,
1:24 Kalau mereka berjalan, aku mendengar suara sayapnya seperti suara air terjun yang menderu, seperti suara Yang Mahakuasa, seperti keributan laskar yang besar; kalau mereka berhenti, sayapnya dibiarkan terkulai.
1:25 Maka kedengaranlah suara dari atas cakrawala yang ada di atas kepala mereka; kalau mereka berhenti, sayapnya dibiarkan terkulai.
1:26 Di atas cakrawala yang ada di atas kepala mereka ada menyerupai takhta yang kelihatannya seperti permata lazurit; dan di atas yang menyerupai takhta itu ada yang kelihatan seperti rupa manusia.
1:27 Dari yang menyerupai pinggangnya sampai ke atas aku lihat seperti suasa mengkilat dan seperti api yang ditudungi sekelilingnya; dan dari yang menyerupai pinggangnya sampai ke bawah aku lihat seperti api yang dikelilingi sinar.
1:28 Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman.
2:1 Firman-Nya kepadaku: "Hai anak manusia, bangunlah dan berdiri, karena Aku hendak berbicara dengan engkau."


Mat. 17:22-27

17:22 Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia
17:23 dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka hati murid-murid-Nya itu pun sedih sekali.
17:24 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?"
17:25 Jawabnya: "Memang membayar." Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: "Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?"
17:26 Jawab Petrus: "Dari orang asing!" Maka kata Yesus kepadanya: "Jadi bebaslah rakyatnya.
17:27 Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga."



Jangan Menjadi Batu Sandungan

Saudara terkasih, hari ini  kita diajarkan oleh Tuhan dengan sabda-Nya, jangan menjadi batu sandungan. Dalam konteks ini adalah soal bea, atau pajak. Berbicara mengenai pajak tentu hal yang sangat kontekstual yang sedang terjadi di dalam hidup berbangsa bagaimana bangsa ini memerlukan demikian banyak untuk melakukan pembiayaan hidup sebagai bangsa. Salah satu yang penting adalah pajak. Salut bagi Gereja ketika pembicaraan tax amnesty menjadi pro dan kontra Gereja Katolik mendukung penuh kebijakan negara. Pajak itu kewajiban, aneh ketika Gereja tidak mendukung  program negara.
Pun sebagai warga Gereja tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab sebagai warga negara, di mana membayar pajak sebagai kewajiban perlu kita lakukan. Berbagai jenis pajak perlu ditaati dengan semstinya. Membayar dengan jujur, bukan malah mengelabui petugas dengan berbagai cara. Jika demikian, bagaimana keteladanan Yesus kita ikuti bukan? Taat pajak juga menjadi gambaran warga Gereja yang baik dan benar.
Saudara terkasih, batu sandungan dalam konteks yang luas juga bisa berarti banyak. Bagaimana kita di dalam hidup bersama bisa menjadi lebih baik. Keprihatinan bersama sebagai bangsa hari-hari ini adalah berita bohong, membesar-besarkan perbedaan, perselisihan yang makin meruncing hanya karena hal sepele, kalimat kebencian dan hujatan yang tidak mendasar kadang. Nah di sinilah peran kita diuji, apakah kita ikut di sana, atau mampu menjadi agen perubahan. Jika tidak mampu menjadi pembawa kebaikan sepenuhnya, minimal tidak perlu ikut dalam kancah caci maki, ikut dalam menyebarkan berita tidak benar, dan seterusnya.
Batu sandungan, dan peran kita sebagai warga negara mendapatkan momentum di dalam hidup bersama,  memang batu sandungan juga berbeda, namun berbeda dalam hal yang baik. Menyingkirkan kemungkinan yang menghambat hidup bersama, membawa pesan damai, serta mampu menemukan persamaan bukan malah memperlebar perbedaan yang membawa pada perselisihan.BD.eLeSHa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar