Pw. SP.
Maria Berdukacita (P)
Ibr. 5:7-9
Mzm.
31:2-3a,3b-4,5-6,15-16,20
Yoh.
19:25-27
Ibr. 5:7-9
5:7 Dalam hidup-Nya sebagai
manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan
keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena
kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.
5:8 Dan sekalipun Ia adalah
Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,
5:9 dan sesudah Ia mencapai
kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang
taat kepada-Nya
Yoh.
19:25-27
19:25 Dan dekat salib Yesus
berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.
19:26 Ketika Yesus melihat
ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada
ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!"
19:27 Kemudian kata-Nya
kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu
menerima dia di dalam rumahnya
Maria
Berdukacita
Gelar “Bunda
Dukacita” diberikan kepada Bunda Maria dengan menitikberatkan pada sengsara dan
dukacitanya yang luar biasa selama sengsara dan wafat Kristus. Menurut tradisi,
sengsara Bunda Maria ini tidak terbatas hanya pada peristiwa-peristiwa sengsara
dan wafat Kristus; melainkan meliputi “tujuh dukacita” Maria, seperti yang
dinubuatkan Nabi Simeon yang memaklumkannya kepada Maria, “Sesungguhnya
Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel
dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan - dan suatu
pedang akan menembus jiwamu sendiri -, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak
orang.” (Lukas 2:34-35). Tujuh Dukacita Bunda Maria meliputi Nubuat Simeon,
Pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir; Kanak-kanak Yesus Hilang dan Diketemukan
di Bait Allah; Bunda Maria Berjumpa dengan Yesus dalam Perjalanan-Nya ke
Kalvari; Bunda Maria berdiri di kaki Salib ketika Yesus Disalibkan; Bunda Maria
Memangku Jenasah Yesus setelah Ia Diturunkan dari Salib; dan kemudian Yesus
Dimakamkan. Secara keseluruhan, nubuat Simeon bahwa sebilah pedang akan
menembus hati Bunda Maria digenapi dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Oleh
sebab itu, Bunda Maria terkadang dilukiskan dengan hatinya terbuka dengan tujuh
pedang menembusinya. Dan yang terpenting ialah bahwa setiap dukacita diterima
Bunda Maria dengan gagah berani, dengan penuh kasih, dan dengan penuh
kepercayaan, seperti digemakan dalam Fiat-nya, “jadilah padaku menurut
perkataan Tuhan,” yang diucapkannya pertama kali dalam peristiwa Kabar
Sukacita.
Peringatan Santa
Perawan Maria Berdukacita mulai populer pada abad keduabelas, meskipun dalam
berbagai gelar yang berbeda. Beberapa tulisan didapati berasal dari abad
kesebelas, teristimewa di kalangan para biarawan Benediktin. Pada abad
keempatbelas dan kelimabelas, peringatan dan devosi ini telah tersebar luas di
kalangan Gereja.
Yang menarik,
pada tahun 1482, peringatan ini secara resmi dimasukkan dalam Misale Romawi
dengan gelar “Santa Perawan Maria Bunda Berbelas Kasihan,” (Our Lady of Compassion) dengan menekankan besarnya cinta kasih
Bunda Maria yang diperlihatkannya dalam sengsara bersama Putranya. Kata
`compassion' berasal dari kata Latin `cum' dan `patior' yang artinya “menderita
bersama”. Dukacita Bunda Maria melampaui dukacita siapa pun oleh sebab ia
adalah Bunda Yesus, yang bukan hanya Putranya, melainkan juga Tuhan dan
Juruselamatnya; Bunda Maria sungguh menderita bersama Putranya. Pada tahun
1727, Paus Benediktus XIII memasukkan Peringatan Santa Perawan Maria Bunda
Berbelas Kasihan dalam Penanggalan Romawi, yang jatuh pada hari Jumat sebelum
Hari Minggu Palma. Peringatan ini kemudian ditiadakan dengan revisi penanggalan
yang diterbitkan dalam Misale Romawi tahun 1969.
Pada tahun 1668,
peringatan guna menghormati Tujuh Dukacita Maria ditetapkan pada hari Minggu
setelah tanggal 14 September, yaitu Pesta Salib Suci. Peringatan ini kemudian
disisipkan dalam penanggalan Romawi pada tahun 1814, dan Paus Pius X menetapkan tanggal yang
permanen, yaitu tanggal 15 September sebagai Peringatan Tujuh Duka Santa
Perawan Maria (yang sekarang disederhanakan menjadi Peringatan Santa Perawan
Maria Berdukacita). Penekanan utamanya di sini adalah Bunda Maria yang berdiri
dengan setia di kaki salib di mana Putranya meregang nyawa; seperti dicatat
dalam Injil St. Yohanes, “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang
dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: `Ibu, inilah,
anakmu!' Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: `Inilah ibumu!'” (Yohanes
19:26-27). Konsili Vatikan Kedua dalam Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja
menulis, “…ia sesuai dengan rencana Allah berdiri di dekatnya. Di situlah ia
menanggung penderitaan yang dahsyat bersama dengan Putranya yang tunggal. Dengan
hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan korban-Nya, yang penuh kasih
menyetujui persembahan korban yang dilahirkannya.”
St. Bernardus
(wafat tahun 1153) menulis, “Sungguh, ya Bunda Maria, sebilah pedang telah
menembus hatimu…. Ia wafat secara jasmani oleh karena kasih yang jauh lebih
besar daripada yang dapat dipahami manusia. Bunda-Nya wafat secara rohani oleh
karena kasih seperti yang tak dapat dibandingkan selain dengan kasih-Nya.” (De duodecim praerogatativs BVM).
Dengan menekankan
belas kasihan Bunda Maria, Bapa Suci kita, Paus Yohanes Paulus II, mengingatkan
umat beriman, “Bunda Maria yang Tersuci senantiasa menjadi penghibur yang penuh
kasih bagi mereka yang mengalami berbagai penderitaan, baik fisik maupun moral,
yang menyengsarakan serta menyiksa umat manusia. Ia memahami segala sengsara
dan derita kita, sebab ia sendiri juga menderita, dari Betlehem hingga Kalvari.
'Dan jiwa mereka pula akan ditembusi sebilah pedang.' Bunda Maria adalah Bunda
Rohani kita, dan seorang ibunda senantiasa memahami anak-anaknya serta
menghibur dalam penderitaan mereka. Dengan demikian, Bunda Maria mengemban
suatu misi istimewa untuk mencintai kita, misi yang diterimanya dari Yesus yang
tergantung di Salib, untuk mencintai kita selalu dan senantiasa, dan untuk
menyelamatkan kita! Lebih dari segalanya, Bunda Maria menghibur kita dengan
menunjuk pada Dia Yang Tersalib dan Firdaus!” (1980).
Oleh sebab itu,
sementara kita menghormati Bunda Maria, Bunda Dukacita, kita juga
menghormatinya sebagai murid yang setia dan teladan kaum beriman. Marilah kita
berdoa seperti yang didaraskan dalam doa pembukaan Misa merayakan peringatan
ini: “Bapa, sementara PutraMu ditinggikan di atas salib, Bunda-Nya Maria
berdiri di bawah kaki salib-Nya, menanggung sengsara bersama-Nya. Semoga
Gereja-Mu dipersatukan dengan Kristus dalam Sengsara dan Wafat-Nya, sehingga
beroleh bagian dalam kebangkitan-Nya menuju hidup baru.” Dengan meneladani
Bunda Maria, semoga kita pun dapat mempersatukan segala penderitaan kita dengan
sengsara Kristus, serta menghadapinya dengan gagah berani, penuh kasih dan
kepercayaan. Yesaya.indocell.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar