Pw. S. Vinsensius
a Paulo, Im (P)
Pkh. 1:2-11
Mzm.
90:3-6,12-14,17
Luk. 9:7-9
Pkh. 1:2-11
1:2 Kesia-siaan
belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.
1:3 Apakah
gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?
1:4 Keturunan
yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada.
1:5 Matahari
terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali.
1:6 Angin bertiup
ke selatan, lalu berputar ke utara, terus-menerus ia berputar, dan dalam
putarannya angin itu kembali.
1:7 Semua sungai
mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana sungai
mengalir, ke situ sungai mengalir selalu.
1:8 Segala
sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang
melihat, telinga tidak puas mendengar.
1:9 Apa yang
pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada
sesuatu yang baru di bawah matahari.
1:10 Adakah
sesuatu yang dapat dikatakan: "Lihatlah, ini baru!"? Tetapi itu sudah
ada dulu, lama sebelum kita ada.
1:11
Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan
datang pun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.
Luk. 9:7-9
9:7 Herodes, raja
wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan ia pun merasa cemas, sebab ada
orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati.
9:8 Ada lagi yang
mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan,
bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit.
9:9 Tetapi
Herodes berkata: "Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia
ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?" Lalu ia berusaha supaya
dapat bertemu dengan Yesus.
Santo Vinsensius a
Paulo, Pengaku Iman
Vinsensius a Paulo terkenal sebagai rasul cintakasih bagi kaum miskin dan penghibur orang-orang sakit. Pendiri Kongregasi Misi dan Kongregasi Puteri-puteri Cintakasih ini lahir di Pouy, Gascony, Prancis pada tanggal 24 April 1581. Ayahnya Jean de Paul dan ibunya Bertrande de Moras dikenal sebagai petani miskin di Pouy dengan enam orang anak. Meskipun demikian, mereka orang beriman dan saleh hidupnya. Mereka mendidik anak-anaknya dalam kerja dan hidup doa sehingga semuanya berkembang dewasa menjadi orang beriman yang saleh dan disenangi banyak orang.
Vinsens dikenal cerdas, namun tidak bisa bersekolah karena ketidak
mampuan orangtuanya membiayai sekolah. Untunglah Tuan Comet, seorang dermawan,
bersedia menyekolahkan dia. Pada umur 15 tahun, Vinsens mengikuti panggilan
nuraninya untuk menjadi imam. Ia masuk Seminari. Orangtuanya bingung dengan
cita-citanya itu. Tetapi akhirnya mereka pun meluluskan permintaannya.
Mula-mula Vinsens belajar di sebuah kolese Fransiskan di kota Dax, lalu
melanjutkan pendidikannya di Universitas Toulouse. Karena kecerdasannya, ia
dapat menyelesaikan studinya dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1600, ketika
berusia 20 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam, sambil melanjutkan studi hingga
meraih gelar Sarjana Teologi di Universitas Toulouse pada tahun 1604.
Pada tahun 1605, dalam perjalanan pulang seusai studinya, kapal
yang ditumpanginya disergap bajak-bajak laut dari Turki di Laut Tengah. Vinsens
ditangkap dan digiring ke pasar budak Tunisia. Di sana dia dibeli oleh seorang
saudagar dari Afrika Utara. Selama dua tahun, Vinsens mengalami banyak
penderitaan karena perlakuan kasar majikannya. Namun dia dengan sabar dan
rendah hati menanggung semuanya itu. Teladan hidupnya akhirnya berhasil
mematahkan kekerasan hati tuannya sehingga dia tidak disiksa dengan
pekerjaan-pekerjaan berat. Pada tahun 1607, Vinsens berhasil meloloskan diri
dari cengkeraman tuannya dan lari ke Roma. Di Roma ia belajar lagi Teologi
selama dua tahun sebelum kembali ke Prancis.
Di Prancis, ia bekerja di paroki Clichy di pinggiran kota Paris.
Di bawah bimbingan Pater Pierre de Berulle, seorang teolog terkenal yang
kemudian menjadi Kardinal, ia menjadi seorang imam yang disukai umat. Atas
permintaan Pater de Berulle, ia menjadi pengajar pribadi putera tertua Philippe
Gondi, seorang bangsawan terkemuka dari Prancis. Dalam keluarga bangsawan ini
Vinsens mulai mencurahkan seluruh kemampuannya. Ia tidak hanya mengajar tetapi
juga memberikan bimbingan rohani kepada para petani yang bekerja, di
perkebunan-perkebunan keluarga Gondi di Champagne dan Picardy. Kepada mereka,
Vinsens mengajarkan kebajikan-kebajikan iman Kristen dan mendorong mereka untuk
selalu menerima sakramen terutama Komuni Kudus serta kembali kepada praktek
iman Kristen yang benar dalam hidup sehari-hari.
Pada tahun 1617, Vinsens diangkat sebagai pastor paroki
ChatillonLes-Dombes. Paroki ini tergolong sulit dan berat karena sarat dengan
masalah kemerosotan moral dan praktek kekafiran. Vinsens ternyata orang hebat.
Ia berhasil mempertobatkan umat paroki itu hanya dalam waktu satu tahun.
Kesalehan hidupnya dan caranya melayani umat sanggup mematahkan kedegilan hati
umat. Di paroki itulah, Vinsens mulai merintis pendirian tarekat Persaudaraan
Cintakasih. Ia berhasil menarik 20 orang wanita yang dengan sukarela mengunjungi
orang-orang sakit dan para fakir miskin di seluruh wilayah paroki.
Menyaksikan prestasi Vinsens, Jean Francois de Gondi, Uskup Agung
Paris dan saudara kandung Philippe Gondi, meminta Vinsens mendirikan sebuah
tarekat misioner untuk mewartakan Injil dan melayani sakramen-sakramen di
seluruh wilayah keuskupannya. Tarekat misioner ini kemudian dikenal luas dengan
nama 'Kongregasi Imam untuk Karya Misi' atau Kongregasi Misi. Imam-imam dalam
kongregasi ini lazim juga disebut 'Imam-imam Lazaris'. Pada mulanya mereka
bermarkas di Kolese des Bos-Enfants, yang dipercayakan kepada Vinsens oleh
Uskup Agung Jean Francois de Gondi.
Masalah besar yang dihadapi Vinsens ialah kurangnya persiapan
imam-imam diosesan Prancis untuk tugas-tugas pastoral. Untuk mengatasinya, Vinsens
mulai melancarkan program pembinaan rohani khusus untuk para calon imam yang
akan ditahbiskan. Untuk itu, ia memindahkan pusat karyanya ke biara Santo
Lazarus di Paris atas dukungan kepala biara itu. Di biara itu, Vinsens
memprakarsai pertemuan mingguan untuk imam-imam diosesan, dan kegiatan
pemeliharaan anak-anak yatim-piatu dan para fakir miskin. Melalui pertemuan
mingguan itu, ia berhasil mendidik sejumlah orang saleh dari Prancis, seperti
Jacques Benigne Bossuet dan Jean Jacques Olier, pendiri Serikat Santo Sulpice.
Bagi para miskin dan orang sakit, ia mendirikan banyak Yayasan
Persaudaraan Cintakasih, yang telah dimulainya di paroki Chatillon-Les Dombes.
Louise de Marillac, janda Antoine Le Gras yang kemudian digelari kudus,
ditugaskan untuk mengurus yayasan-yayasan itu. Orangorang kaya dimintanya
menyumbangkan sejumlah kekayaannya bagi orang-orang miskin. Beberapa wanita di
bawah pimpinan Louise de Marillac dibimbingnya untuk menangani karya itu.
Kelompok kecil ini terus bertambah jumlahnya dan akhirnya menjadi satu
kongregasi tersendiri, Kongregasi Suster Puteri-puteri Cintakasih. Kelompok
suster ini merupakan kelompok religius terbesar dalam Gereja dewasa ini.
Semangat dua kongregasi religius yang didirikannya diilhami oleh pandangannya
tentang cinta kepada Tuhan yang bersifat praktis: "Cintailah Tuhan dengan
kedua tanganmu sampai kecapaian dan dengan butir-butir peluh yang mengucur dari
wajahmu!" Vinsensius a Paulo meninggal dunia di Paris pada tanggal 27
September 1660. Oleh Paus Klemens XII, ia digelari 'kudus' pada tahun 1737, dan oleh Paus Leo XXIII diangkat sebagai pelindung semua karya dan perkumpulan
cintakasih.Imankatolik.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar