Senin, 17 September 2018

Iman itu Rendah Hati dan Terbuka


Senin Pekan Biasa XXIV (H)
1 Kor. 11:17-26
Mzm. 40:7-10,17
Luk. 7:1-10



1 Kor. 11:17-26

11:17 Dalam peraturan-peraturan yang berikut aku tidak dapat memuji kamu, sebab pertemuan-pertemuanmu tidak mendatangkan kebaikan, tetapi mendatangkan keburukan.
11:18 Sebab pertama-tama aku mendengar, bahwa apabila kamu berkumpul sebagai Jemaat, ada perpecahan di antara kamu, dan hal itu sedikit banyak aku percaya.
11:19 Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji.
11:20 Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan.
11:21 Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk.
11:22 Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa? Apakah yang kukatakan kepada kamu? Memuji kamu? Dalam hal ini aku tidak memuji.
11:23 Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti
11:24 dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"
11:25 Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!"
11:26 Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.

Luk. 7:1-10

7:1 Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum.
7:2 Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
7:3 Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.
7:4 Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,
7:5 sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami."
7:6 Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku;
7:7 sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
7:8 Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
7:9 Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!"
7:10 Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali.



Iman itu Rendah Hati dan Terbuka

Saudara terkasih, hari ini kita diajak oleh Bunda Gereja untuk merenungkan sabda Tuhan, bagaimana iman seorang perwira di Kapernaum. Pantas sosok itu mendapatkan pujian dari Tuhan Yesus. Perilakunya pada sesama dan Tuhan yang demikian rendah hati dan terbuka.
Pertama sikapnya pada seorang hambanya yang sakit. Bagaimana ia khawatir dan perlu memanggil Tuhan untuk menyembuhkannya. Ia mengutus orang suruhan untuk mendapatkan bantuan. Ini hal yang luar biasa. Mana ada pejabat mau ingat hambanya, dan itu ternyata tidak berlaku dalam kisah ini. hamba itu mendapatkan kemurahannya.
Kedua, sikapnya pada Tuhan Yesus. Ia menghargai bukan menolak untuk menerima, namun tidak pantas sebagai seorang hamba menerima Tuhan Yesus. Sikap bawahan yang ia hunjukkan di depan Tuhan. Padahal ia perwira, namun ternyata memiliki sikap yang rendah hati dan tidak malah gila kuasa.
Dua kerendahhatian dalam kisah di atas sangat pas bagi refleksi hidup kita hari-hari ini. Bagaimana kita sering memilih berlaku tinggi hati, melihat sesama sebagai orang lain yang lebih rendah. Kadang hanya beda pilihan warna saja sudah bisa menjadikan alasan permusuhan. Penghargaan dilakukan karena materi, jabatan, dan kekuasaan. Justru sebaliknya yang ditampilkan oleh perwira tersebut. Cerminan dalam hidup kita bersama. Penghargaan akan kemanusiaan, apapun jabatan atau pekerjaannya. Hal yang sangat pas di hari-hari ini.
Sikap perwira tersebut pada Tuhan juga luar biasa. Ia merasa tidak pantas merepotkan Tuhan. Tuhan berbicara sepatahkata saja, maka semua terjadi. Kita dalam  hidup kita sering memaksakan kehendak untuk Tuhan memenuhi segala keinginan kita, maunya Tuhan selalu memberikan apa yang kita perlukan, padahal belum tentu itu membuat kita makin dekat pada Tuhan. Kita merepotkan Tuhan dengan berbagai-bagai hal, dan lupa ketika Tuhan memberikan banyak kebaikan dan anugerah diklaim sebagai upaya sendiri.
Siapkah kita untuk mengatakan, berkata sepatah kata saja ya Tuhan, hamba-Mu akan sembuh. BD.eLeSHa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar