Senin
Pekan Biasa XXIV (H)
1 Kor.
11:17-26
Mzm. 40:7-10,17
Luk.
7:1-10
1 Kor.
11:17-26
11:17 Dalam peraturan-peraturan yang berikut aku tidak dapat
memuji kamu, sebab pertemuan-pertemuanmu tidak mendatangkan kebaikan, tetapi
mendatangkan keburukan.
11:18 Sebab pertama-tama aku mendengar, bahwa apabila kamu
berkumpul sebagai Jemaat, ada perpecahan di antara kamu, dan hal itu sedikit
banyak aku percaya.
11:19 Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata
nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji.
11:20 Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan
perjamuan Tuhan.
11:21 Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu
makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk.
11:22 Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan
minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang
tidak mempunyai apa-apa? Apakah yang kukatakan kepada kamu? Memuji kamu? Dalam
hal ini aku tidak memuji.
11:23 Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima
dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil
roti
11:24 dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia
memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi
kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"
11:25 Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu
berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh
darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan
Aku!"
11:26 Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini,
kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.
Luk.
7:1-10
7:1 Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak,
masuklah Ia ke Kapernaum.
7:2 Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang
sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
7:3 Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh
beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan
menyembuhkan hambanya.
7:4 Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta
pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,
7:5 sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung
pembangunan rumah ibadat kami."
7:6 Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak
jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk
mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak
layak menerima Tuan di dalam rumahku;
7:7 sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang
kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
7:8 Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula
prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia
pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada
hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
7:9 Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan
sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku
berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara
orang Israel!"
7:10 Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah,
didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali.
Iman itu
Rendah Hati dan Terbuka
Saudara terkasih, hari ini kita diajak oleh
Bunda Gereja untuk merenungkan sabda Tuhan, bagaimana iman seorang perwira di
Kapernaum. Pantas sosok itu mendapatkan pujian dari Tuhan Yesus. Perilakunya pada
sesama dan Tuhan yang demikian rendah hati dan terbuka.
Pertama sikapnya pada seorang hambanya yang
sakit. Bagaimana ia khawatir dan perlu memanggil Tuhan untuk menyembuhkannya. Ia
mengutus orang suruhan untuk mendapatkan bantuan. Ini hal yang luar biasa. Mana
ada pejabat mau ingat hambanya, dan itu ternyata tidak berlaku dalam kisah ini.
hamba itu mendapatkan kemurahannya.
Kedua, sikapnya pada Tuhan Yesus. Ia menghargai
bukan menolak untuk menerima, namun tidak pantas sebagai seorang hamba menerima
Tuhan Yesus. Sikap bawahan yang ia hunjukkan di depan Tuhan. Padahal ia
perwira, namun ternyata memiliki sikap yang rendah hati dan tidak malah gila
kuasa.
Dua kerendahhatian dalam kisah di atas sangat
pas bagi refleksi hidup kita hari-hari ini. Bagaimana kita sering memilih
berlaku tinggi hati, melihat sesama sebagai orang lain yang lebih rendah. Kadang
hanya beda pilihan warna saja sudah bisa menjadikan alasan permusuhan. Penghargaan
dilakukan karena materi, jabatan, dan kekuasaan. Justru sebaliknya yang
ditampilkan oleh perwira tersebut. Cerminan dalam hidup kita bersama. Penghargaan
akan kemanusiaan, apapun jabatan atau pekerjaannya. Hal yang sangat pas di
hari-hari ini.
Sikap perwira tersebut pada Tuhan juga luar
biasa. Ia merasa tidak pantas merepotkan Tuhan. Tuhan berbicara sepatahkata
saja, maka semua terjadi. Kita dalam hidup kita sering memaksakan kehendak untuk
Tuhan memenuhi segala keinginan kita, maunya Tuhan selalu memberikan apa yang
kita perlukan, padahal belum tentu itu membuat kita makin dekat pada Tuhan. Kita
merepotkan Tuhan dengan berbagai-bagai hal, dan lupa ketika Tuhan memberikan
banyak kebaikan dan anugerah diklaim sebagai upaya sendiri.
Siapkah kita untuk mengatakan, berkata sepatah
kata saja ya Tuhan, hamba-Mu akan sembuh. BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar