Senin, 26 November 2018

Pemberian Tanpa Mengharap Balasan




Senin Biasa XXXIV (H)
Why. 14:1-5
Mzm. 24:1-6
Luk. 21:1-4




Why. 14:1-5

14:1 Dan aku melihat: sesungguhnya, Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis nama-Nya dan nama Bapa-Nya.
14:2 Dan aku mendengar suatu suara dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya.
14:3 Mereka menyanyikan suatu nyanyian baru di hadapan takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain dari pada seratus empat puluh empat ribu orang yang telah ditebus dari bumi itu.
14:4 Mereka adalah orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan, karena mereka murni sama seperti perawan. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu.
14:5 Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela.


Luk. 21:1-4

21:1 Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan.
21:2 Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu.
21:3 Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu.
21:4 Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."




Pemberian Tanpa Mengharap Balasan

Saudara terkasih, hari ini kita diajak untuk merenungkan mengenai persembahan. Persembahan sekaligus pemberian. Dalam pemberian,  kita akan melihat motivasi dan  intensi. Pemberian secara tulus, namun tidak jarang agar mendapatkan balasan yang pada saatnya akan kita terima dan dapatkan setimpal atau tidak jarang dengan bunganya. Intensinya pun bisa karena hendak meringankan beban sesama, tidak jarang hanya karena mencari kemegahan dan kepongahan diri sendiri.
Dari sanalh  kualitas dan level pemberian itu menemukan  nilainya. Tentu bahwa orang yang memberikan berpamrih, masih kalah patut dengan orang yang memberikan dengan ketulusan hati. Mengapa orang bisa berpamrih? Tentu bahwa karena pengalaman, pengajaran, dan tuntunan yang ia peroleh demikian. Namun jika sudah tahu bahwa motivasinya harus tulus, namun tetap melakukan hal demikian, berarti masih perlu penjernihan diri.
Do ut des, pamrih, dan itu yang perlu diubah. Hal yang tidak jarang sering kita lakukan, merasa patut mendapatkan balasan dan layak jika sudah memberi itu juga akan diberi. Hal yang jamak terjadi, seperti orang yang banyak memberi agar banyak pula mendapatkan juga berkat dan balasan dari Tuhan.
Tuhan tidak memiliki pola perilaku timbal balik, atau memberi agar mendapatkan. Tuhan memberi berkat tidak karena perbuatan kita, namun karena kasih-Nya. Jika IA tidak mengasihi kita dan memberikan keperluan kita, itu menyangkal diri-Nya sendiri, dan itu bukan kualitas Tuhan.
Saudara terkasih, dalam bacaan Injil hari ini Tuhan memuji ketulusan dan totalitas janda miskin. Di mana ia memberikan apa yang ia miliki, apa yang ia punyai semuanya dipersempahkan, diberikan kepada Tuhan kembali. Sering kita jika meminta kepada Tuhan begitu banyak, namun mengembalikan sedikit saja sudah protes, merasa berat, enggan, dan sayang. Persembahan janda miskin ini memberikan pembelajaran, bahwa demi Tuhan itu tidak ada batasnya. Semua dikembalikan kepada Tuhan Sang Pemberi.
Pemberian atas ungkapan syukur, memberi dari keterbatasan, bahkan keseluruhan. Rasa syukur ini layak kita lakukan, ungkapkan, dan rayakan dengan memberikan persembahan, berbagi dengan orang yang membutuhkan. Apa yang dibagikan bukan karena agar memperoleh kembali, apalagi berkali lipat karena pemberian kita.
Berbagi dan mempersembahkan derma bukan semata ketika ada sisa, kelimpahan, namun setiap saat bukan hanya karena kelimpahan, pemberian kita adalah juga karena kita menerima. Kita mengembalikan kepada Tuhan yang terlebih dahulu memberi. Berderma bukan kewajiban, namun konsekuensi atas berkat yang kita terima dan peroleh.
Berbagi mungkin hal langka di mana era modern ini lebih banyak orang yang mengumpulkan. Semua berpusat pada diri, padahal berbagi itu bersama dengan yang lain. Dan inilah perbedaan kita dengan dunia. BD.eLeSHa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar