Jumat Pekan Biasa
XVI (H)
Yer. 3:14-17
Yer.
31:10,11012ab,13
Mat. 13:18-23
Yer. 3:14-17
3:14 Kembalilah, hai anak-anak yang murtad, demikianlah firman
TUHAN, karena Aku telah menjadi tuan atas kamu! Aku akan mengambil kamu,
seorang dari setiap kota dan dua orang dari setiap keluarga, dan akan membawa
kamu ke Sion.
3:15 Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan
hati-Ku; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian.
3:16 Apabila pada masa itu kamu bertambah banyak dan beranak cucu
di negeri ini, demikianlah firman TUHAN, maka orang tidak lagi akan berbicara
tentang tabut perjanjian TUHAN. Itu tidak lagi akan timbul dalam hati dan tidak
lagi akan diingat orang; orang tidak lagi akan mencarinya atau membuatnya
kembali.
3:17 Pada waktu itu Yerusalem akan disebut takhta TUHAN, dan segala
bangsa akan berkumpul ke sana, demi nama TUHAN ke Yerusalem, dan mereka tidak
lagi akan bertingkah langkah menurut kedegilan hatinya yang jahat.
Mat. 13:18-23
13:18 Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu.
13:19 Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan
Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang
ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.
13:20 Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang
yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.
13:21 Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila
datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera
murtad.
13:22 Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar
firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman
itu sehingga tidak berbuah.
13:23 Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang
mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus
kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali
lipat."
Penabur
dan Benih
Saudara terkasih, hari ini kita diajak untuk merenungkan mengenai
Penabur dan benih. Bagaimana Penabur itu menaburkan benih, ada yang jatuh pada
tanah berbatu, ada yang di pinggir jalan, dan ada di tanah yang subur. Ini adalah
gambaran kita di dalam menerima firman Tuhan, bagaimana memahami kebenaran
Injil, kehendak Tuhan, dan keberadaan iman kita.
Film dan novel Silence, yang
mengisahkan misionaris sebuah serikat di Jepang, sangat kontekstual dengan
bacaan kita hari ini. Ada tiga tiga imam muda yang penasaran dengan tanah misi
yang bernama Jepang, apalagi khabar yang mereka terima begitu dramatis, bahkan
ironis. Pembimbing novisiat mereka dikhabarkan “hilang”, entah benar menjadi
murtad dan kalah dengan rawa-rawa Jepang kala itu sebagaimana banyak imam dan
umat yang lain, atau tetap dengan kesalehan dan kesuciannya sebagai magister di
novisiat mereka. Murid satunya sakit dan tidak bisa menjalankan perutusan dan
keinginannya. Ia tidak jadi berangkat. Dua murid yang lain bisa mengatasi laut
dan maut di awal-awal dengan penuh perjuangan, penghianatan, ketakutan, dan
intimidasi, serta kelaparan yang amat sangat. Harapan dan kecemasan silih berganti,
dan mereka jauh pada pilihan, setia dan mati sewaktu-waktu atau mau menginjak
ikon atau gambar suci dan bisa hidup terus.
Satu memilih mendampingi awam yang tetap teguh dan mati
ditenggelamkan, satu lagi disiksa dengan sangat keji. Tidak dikisahkan dengan
gamblang, namun pembaca dan penonton diminta untuk menemukan sendiri simpulan
bagaimana si murid akhirnya ketemu dengan si guru (magister) yang menemukan
betapa kejamnya rawa-rawa Jepang.
Mereka jelas menerima sabda Tuhan, pengajaran, dan bekal yang
relatif sama, mereka pun berasal dari satu pendidikan terbaik pada masanya, namun ketika penenan itu mereka
menemukan “tanah” yang berbeda-beda. Ada yang tahan dengan cobaan dan memilih
setia, ada yang tergoncang dan menemukan rasionalisasi atas kehendak Tuhan, dan
ada yang memilih melepaskan imannya karena ketakutan akan siksaan yang keji.
Keadaan, kondisi, dan “tanah” bisa macam-macam, kita bisa hidup di
mana iman kita bisa bertumbuh dengan sangat subur, atau kita menderita dengan
berbagai kecurigaan, berbagai kesulitan dan tantangan. Dan itu kita tidak bisa
memilih, namun bagaimana kita menjalani kehendak Tuhan dengan apapun adanya. Yang
subur dan tetap menghasilkan buah, namun ada juga jatuh di tanah yang tidak
subur, sikap batin di dalam menerima sabda itu menjadi pembeda. Siapa yang takut akan keadaan dunia sama artinya
dengan menolak atau tidak sanggup menjalankan kehendak Tuhan.
Saudara terkasih, Penabur telah menaburkan benih, dan bagaimana
sikap kita menerima benih itu. Menerima atau
menolak. Tuhan menghendaki kita mampu menerima bukan semata dengan otak dan
intelektual kita semata, namun dengan menjadikannya bagian utuh diri kita,
menjadi penerang budi dan hidup kita. BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar