Jumat, 21 November 2014

Yesus Menyucikan Bait Allah

Pw. SP. Maria Dipersembahkan kepada Allah (P)
Why. 10:8-11
Mzm. 119:14,24,72,103,111,131,
Luk. 19:45-48


Why. 10:8-11

10:8 Dan suara yang telah kudengar dari langit itu, berkata pula kepadaku, katanya: "Pergilah, ambillah gulungan kitab yang terbuka di tangan malaikat, yang berdiri di atas laut dan di atas bumi itu."
10:9 Lalu aku pergi kepada malaikat itu dan meminta kepadanya, supaya ia memberikan gulungan kitab itu kepadaku. Katanya kepadaku: "Ambillah dan makanlah dia; ia akan membuat perutmu terasa pahit, tetapi di dalam mulutmu ia akan terasa manis seperti madu."
10:10 Lalu aku mengambil kitab itu dari tangan malaikat itu, dan memakannya: di dalam mulutku ia terasa manis seperti madu, tetapi sesudah aku memakannya, perutku menjadi pahit rasanya.
10:11 Maka ia berkata kepadaku: "Engkau harus bernubuat lagi kepada banyak bangsa dan kaum dan bahasa dan raja."

Luk. 19:45-48

19:45 Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ,
19:46 kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun."
19:47 Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia,
19:48 tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.

Yesus Menyucikan Bait Allah

Saudara terkasih, bacaan hari ini menampilkan kisah Yesus yang membersihkan Bait Allah dari para pedagang. Ia mengutip kisah Perjanjian Lama mengenai hal ini. Bait Allah setelah pembersihan yang dilakukan Yesus menjadi pusat pengajaran-Nya. Pengajaran yang menjadi ancaman bagi kelompok-kelompok Yahudi. Aktiitas keuangan dan perdagangan di manapun merupakan hal yang menggiurkan, dan bukan hanya bagi pedagang, namun juga bagi imam besar Bait Allah, waktu itu. Mereka bisa berdagang dan mendapat tempat yang strategis untuk “melayani” peziarah tentu atas izin dan restu penguasa tempat itu. Sangat tidak mungkin kalau imam besar tidak mengizinkan mereka bisa berdagang dengan leluasa dan mendapatkan lokasi yang menjanjikan seperti itu.
Perdagangan yang menyediakan kebutuhan para peziarah, kelihatannya baik karena menyediakan apa yang sangat dibutuhkan, namanya dagang tentu berkaitan dengan untung. Ada kesempatan dengan tidak sewajarnya, dengan berdagang di tempat seperti itu, tentu membutuhkan suap, akibatnya tentu harga akan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Yesus mengutuk hal ini. Bisa dibayangkan orang yang tidak mampu dan melihat hewan-hewan korban yang bagus-bagus tentu akan sedih dan merasa tidak enak hati, kemiskinannya telanjang dilihat semua orang, sedangkan di depan matanya ada pilihan persembahan namun tidak mampu membelinya.
Saudara terkasih, zaman Yesus yang menjadikan Bait Allah sebagai pasar, hari ini juga masih terjadi. Bagaimana Gereja menjadi ajang mencari popularitas. Kesempatan mencari kedudukan dan uang kalau mungkin. Tidak sedikit imam, biarawan-biarawati yang dididik dalam kesederhanaan itu matrealistis. Pelayanan yang didasari pada materi apakah itu bukan menjadi Gereja sebagai sarang penyamun? Apa-apa uang, kalau amplopnya tebal bersemangat, kalau tipis diberikan awam yang memimpin. Gejala di banyak tempat demikian.
Saudara terkasih Yesus bukan menggugat masalah berdagangnya, namun tempat dan cara berdagang yang DIA kritik. Tempat yang seharusnya menjadi rumah doa, malah dipenuhi kegiatan perdagangan. Bagaimana kita berdoa namun pikiran kita masih berkaitan dengan aktivitas kita, bisa saja toko kita, usaha kita, studi kita, atau apapun yang menjauhkan diri dari Tuhan yang sedang kita sembah dan muliakan. Yesus mengkritik apa yang menjadi aktivitas kita namun tidak sejalan dengan apa yang ada dalam benak dan hati kita.BD.eLeSHa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar