Rabu Pekan
Biasa XXVII (H)
Yun. 4:1-11
Mzm.
86:3-4,5-6,9-10
Luk. 11:1-4
Yun. 4:1-11
4:1 Tetapi hal
itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia.
4:2 Dan berdoalah
ia kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika
aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke
Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang
panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka
yang hendak didatangkan-Nya.
4:3 Jadi
sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari
pada hidup."
4:4 Tetapi firman
TUHAN: "Layakkah engkau marah?"
4:5 Yunus telah
keluar meninggalkan kota itu dan tinggal di sebelah timurnya. Ia mendirikan di
situ sebuah pondok dan ia duduk di bawah naungannya menantikan apa yang akan
terjadi atas kota itu.
4:6 Lalu atas
penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak melampaui kepala Yunus
untuk menaunginya, agar ia terhibur dari pada kekesalan hatinya. Yunus sangat
bersukacita karena pohon jarak itu.
4:7 Tetapi
keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah
seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu.
4:8 Segera
sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang
panas terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia
lesu dan berharap supaya mati, katanya: "Lebih baiklah aku mati dari pada
hidup."
4:9 Tetapi
berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah karena pohon jarak
itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah sampai mati."
4:10 Lalu Allah
berfirman: "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit
pun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh
dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula.
4:11 Bagaimana
tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk
lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan
tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"
Luk. 11:1-4
11:1
Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti
berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: "Tuhan,
ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada
murid-muridnya."
11:2
Jawab Yesus kepada mereka: "Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa,
dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu.
11:3
Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya
11:4
dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang
bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan."
Doa
dan Bapa Kami, Buah Doa itu Tahu Diri
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda
Gereja merenungkan doa yang diajarkan Tuhan kepada para murid dan diteruskan
kepada kita. Doa yang sederhana, namun bukan sepele, praktis namun mendalam.
Doa Bapa Kami, doa yang sangat familiar, akrab, dan sejak dini sudah dihafal
dan luar kepala. Semua doa apapun doanya
akan diakhiri dengan doa ini. Doa makan, doa pagi, doa malam, doa sebelum bekerja
ataupun sebelum belajar.
Paus Bapa Fransiskus juga mengatakan bahwa Doa Bapa
Kami merupakan doa yang beliau daraskan untuk meutup hari. Doa malamnya adalah
lima doa Bapa Kami. Lima sebagaimana jumlah luka utama Yesus, dua pada
masing-masing kaki, dua pada tiap tangan, dan luka pada lambung Yesus. Paus berdoa
lima Doa Bapa Kami untuk membasuh dan membersihkan dirinya, sebagaimana luka
Yesus membasuh dosa manusia.
Saudara terkasih, dalam bacaan Injil hari ini kita
diajak untuk merenungkan betapa doa yang diajarkan Tuhan itu penuh makna
meskipun sederhana. Pertama, tahu bahwa kita ini adalah ciptaan, selayaknya
menyapa Sang Pencipta itu pada tataran yang utama dan pertama.
Kedua, memuliakan Sang Pencipta itu lebih dari
segala sesuatu. Kemuliaan Tuhan tidak pernah berkurang tanpa kita ucapkan. Kita
wajib memuliakan sebagai ungkapan syukur dan kasih kita.
Ketiga, mohon ampun dan menyadari segala kesalahan
dan kerapuhan kita. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Dan dalam doa kita nyatakan sebagai perwujudan pribadi
yang tahu diri dan merasa lemah.
Keempat, permohonan. Cukup mendasar permohonan ini
ada posisi buncit, agar kita tidak fokus pada permintaan semata. Memohon pun
yang utama, rezeki, apapun bentuknya. Untuk hari ini, agar kita tetap hadir,
tidak tamak, dan merasa selalu membutuhkan Tuhan. Secukupnya, ini kualitas
manusia, di mana sering orang itu aji mumpung. Lupa daratan dan bisa menjadi
kerugian pada pihak lain.
Saudara terkasih, dengan berdoa secara rutin kita
menjalin komunikasi dengan Tuhan. Kita ingat bahwa kita ini adalah ciptaan yang
mebutuhkan Sang Pencipta. Dengan berdoa dan memohon kekuatan karena kita lemah.
kita dikuatkan karena kita menyadari kerapuhan kita. Doa membawa kita sadar
diri, memohon bantuan kepada Yang Punya dan selalu ada pemberian yang tidak
kita kira-kirakan.BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar