Rabu Pekan
Biasa XXIV (H)
1 Tim.
3:14-16
Mzm.
11:1-2,3-4,5-6
Luk.
7:31-35
1 Tim.
3:14-16
3:14 Semuanya itu kutuliskan kepadamu, walaupun kuharap segera
dapat mengunjungi engkau.
3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang
harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang
penopang dan dasar kebenaran.
3:16 Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah
kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan
dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di
antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia,
diangkat dalam kemuliaan."
Luk.
7:31-35
7:31 Kata Yesus: "Dengan
apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka
itu sama?
7:32 Mereka itu seumpama
anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling
bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu
tidak menangis.
7:33 Karena Yohanes Pembaptis
datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia
kerasukan setan.
7:34 Kemudian Anak Manusia
datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan
peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.
7:35 Tetapi hikmat dibenarkan
oleh semua orang yang menerimanya.
Waton Sulaya, Integritas, dan Hikmat
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda
Gereja merenungkan bagaimana hidup harian kita yang berkenan kepada Allah.
dalam sabda-Nya Yesus mengisahkan orang-orang yang melihat pewartaan-Nya dengan
sinis, bahkan menolaknya. Tawaran belas
kasih dan keselamatan yang disia-siakan.
Konteks yang sama, ternyata hari-hari ini juga kita
alami sebagai anak bangsa. Kita saksikan bagaimana orang bisa asal berbeda atau
waton sulaya dalam menilai, memberikan sikap, dan menafikan jasa serta prestasi
orang lain. Namun dalam konteks yang berbeda pujian setinggi langit pada
kebobrokan yang dikemas dalam narasi indah, karena seide, segolongan, dan
searah dalam tujuan atau keinginan. Ini sebuah penyakit akut, dan ternyata
dalam masa Yesus itu pun sudah terjadi, dan identik banget.
Integritas. Persoalan mendasar, ketika orang bisa
seenaknya memutarbalikan fakta, narasi menafikan prestasi dan menaikan
kejahatan sebagai seolah-olah adalah kerja baik, identik dengan apa yang
dinyatakan dalam bacaan Injil. Yesus dicap sebagai apa yang buruk dalam benak
mereka. Mau berbuat apapun tetap saja salah. Karena integritas yang memberikan
cap dan penilaian hanya berkutat pada pokoke,
di mana apapun yang dilakukan Yesus
adalah buruk dan jelek.
Saudara terkasih, dalam akhir bacaan bagus menjadi
pedoman kita, bagaimana kita patut memegang hikmat yang dari Tuhan Allah.
Hikmat untuk tetap setia berbuat kasih, berbuat baik, dan selalu mengedepankan
cinta kasih, kelemahlembutan, dan perdamaian. Apapun yang lingkungan dan dunia
perbuat bukan menjadi pertimbangan untuk menghentikan perbuatan baik kita.
Sikap positif juga memegang peran penting dan
mendasar. Bagaimana kita juga akan mampu melihat secara positif apapun yang
dilakukan pihak lain. Jika sudah mampu berbuat demikian, tentu kita juga akan
mampu melakukan kebaikan, kebenaran, dan keadilan dengan ringan. Respons,
tanggapan, dan penerimaan pihak lain bukan menjadi pertimbangan di dalam bertindak.
Keberanian tetap setia melakukan kebenaran dan keadilan dan membelanya adalah
karena kasih karunia, hikmat, dan anugerah Tuhan Allah yang tiada batasnya.
Tugas ini layak kita upayakan, usahakan, dan terus
menerus untuk memperjuangkannya menjadi sebuah gaya hidup. Bersama Tuhan semua
pasti bisa. BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar