Minggu, 08 September 2019

Prosedural, Peraturan, dan Kita


Sabtu Pekan Biasa XXII (H)
Kol. 1:21-23
Mzm. 54:3-4,6,8
Luk. 5:1-5



Kol. 1:21-23

1:21 Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,
1:22 sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.
1:23 Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.

Luk. 5:1-5

6:1 Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya.
6:2 Tetapi beberapa orang Farisi berkata: "Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"
6:3 Lalu Yesus menjawab mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar,
6:4 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?"
6:5 Kata Yesus lagi kepada mereka: "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat."




Prosedural, Peraturan, dan Kita

Saudara terkasih, hari ini Bunda Gereja mengajak kita merenungkan betapa hidup kita sering mengedepankan prosedur, hukum, dan legalitas di atas kemanusiaan. Acap kita saksikan orang takut polisi dari pada mengenakan helm demi keamanan sendiri. Atau orang takut dihukum sehingga tidak  lupa menaati hukum dan peraturan.
Benar bahwa taat hukum itu tidak buruk, namun juga tidak cukup baik ketika berhadapan dengan kemanusiaan. Sering kita merasa takut salah, takut melakukan segala sesuatu karena ini boleh dan tidak. Ini jelas bahwa peraturan yang membelenggu, bukan membebaskan.
Peraturan itu dibuat demi manusia. Manusia itu memiliki kebebasan, namun toh kebebasan itu bersinggungan, beririsan juga dengan kebebasan pihak lain. Nah demi menjamin kebebasan saya dan kebebasan Anda itu tidak saling bertabrakan, dan bahkan saling merugikan, maka ada yang namanya peraturan. Taat aturan jelas akan membantu orang hidup tertib dan menjamin kebebasan bersama.
Namun jangan kemudian demi peraturan itu malah membuat orang menderita. Contoh  berkali ulang kita saksikan, bagaimana orang miskin mengambil kayu rencek milik perhutani harus dihukum. Hakim tidak bisa membenarkan tindakan itu dengan membebaskannya, namun sejatinya pihak kepolisian dan kejaksaan yang bisa menghentikan dengan kompensasi. Si pengambil  kayu salah, namun demi hidup, apa boleh buat. Si hakim sesuai peraturan juga harus memvonis. Ada kisah bagus ketika hakim memvonis seorang nenek dan kemudian memaksa pengunjuk sidang, termasuk dirinya untuk urunan, membayar denda si nenek, sambil menangis. Ia mengatasi peraturan demi kemanusiaan.
Dalam bacaan Injil hari ini kita belajar, bahwa orang Farisi yang getol taat aturan malah terjebak dengan tambahan-tambahan mereka sendiri. Motivasi mereka juga menjadi penting, bukan demi kebenaran Taurat, namun demi hasrat memalukan dan merendahkan Yesus dan ajaran baru yang bisa merongrong mereka.
Peraturan itu demi manusia. Prosedur itu demi manusia, bukan sebaliknya. Manusia menjadi budak peraturan dan prosuder, apalagi sampai mengalahkan kemanusiaan demi peraturan. Kasih karunia Tuhan itu kemerdekaan dan kebebasan yang perlu dilindungi dengan peraturan agar semua mendapatkan haknya. BD.eleSHa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar