Senin, 21 Januari 2019

Puasa dan Ibadat, atau Menunda Makan?


Pw. S. Agnes, PrwMrt (M)
Ib. 5:1-10
Mzm. 110:1,2,3,4
Mrk. 2:18-22




Ib. 5:1-10

5:1 Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa.
5:2 Ia harus dapat mengerti orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan,
5:3 yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri.
5:4 Dan tidak seorang pun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun.
5:5 Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: "Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini",
5:6 sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain: "Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek."
5:7 Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.
5:8 Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,
5:9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya,
5:10 dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.



Mrk. 2:18-22

2:18 Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: "Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?"
2:19 Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa.
2:20 Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.
2:21 Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya.
2:22 Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.



Puasa dan Ibadat, atau Menunda Makan?

Saudara terkasih, hari ini kita bersama Gereja Universal merayakan Perayaan Wajib Santa Agnes, Martir dan Perawan. Ia merupakan martir agi Gereja karena mempertahankan kemurniannya demi Gereja dengan menolak pernikahan dengan seorang anak pejabat wilayah pada zamannya.
Bacaan hari ini  memberikan bahan permenungan mengenai puasa. Di mana ada pihak yang merasa bahwa puasanya, salah satu bagian ibadat yang mereka lakukan, sebentuk kesalehan. Pada sisi lain puasa sebagaimana Yesus kehendaki dan menjadi bagian juga atas kesalehan  dan perwujudan ibadat. Yang membedakan adalah, pusat dan fokus dari puasa itu.
Mungkin hampir identik dengan perihidup dan perilaku berpuasa, dan ibadat lainnya hari-hari ini, dan sebagai anak bangsa Nusantara yang cukup kenyang dengan puasa, semata menunda lapar. Di mana puasa menjadi ajang narsisme, aktifitas ibadah yang dikapitalisasi sehingga menjadi gaya hidup dan lebih boros. Konteks waktu itu, puasa menjadi gaya hidup dan malah dipertontonkan bahwa mereka adalah orang yang saleh, patut mendapatkan pujian, dan merasa lebih daripada orang lain. Fokus ke dalam diri dan pemenuhan egoisme semata.
Yesus mengehendaki bahwa puasa itu semata-mata perwujudan sikap syukur atas kasih karunia Allah yang telah diterima. Adanya pengekangan hawa nafsu, adanya bentuk solidaritas bagi orang yang menderita kelaparan dan kehausan karena kemiskinan, penderitaan, pengungsian, dan derita lainnya. Aspek sosial di mana mau merasakan dengan pilihan sadar bahwa ada orang lain yang mau tidak mau ya kelaparan dan kehausan. Aspek spritual untuk ungkapan syukur dan menderita bersama dengan Tuhan yang menderita bagi umat manusia. Ada kehendak kuat untuk mengendalikan diri, menahan segala hawa nafsu, termasuk makan dan minum.
Sering kita gagal pada ritual dan kemudian malah hanya jatuh pada derita kepalaran semata, tidak menghantar pada penemuan Tuhan dan kasih kepada sesama. Ketika kelaparan hanya untuk menunda makan dan pesta pora setelahnya. Emosional atas nama puasa, mengumbar hawa nafsu setelahnya, dan seterusnya.
Budaya lama itulah yang hendak Tuhan perbarui. Makna lebih sehingga tidak saling merusak, namun memberikan perkembangan lebih baik dan pembaruan yang nyata. Gambaran dengan memakai ilustrasi kantong anggur lama dan baru yang sangat bagus dan membantu kita memahami kehendak Tuhan. BD.eLeSHa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar