Pw.
S. Agnes, PrwMrt (M)
Ib.
5:1-10
Mzm.
110:1,2,3,4
Mrk.
2:18-22
Ib.
5:1-10
5:1 Sebab setiap imam besar,
yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka
dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa.
5:2 Ia harus dapat mengerti
orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh
dengan kelemahan,
5:3 yang mengharuskannya
untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga
bagi dirinya sendiri.
5:4 Dan tidak seorang pun
yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu
oleh Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun.
5:5 Demikian pula Kristus
tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan
oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: "Anak-Ku Engkau! Engkau telah
Kuperanakkan pada hari ini",
5:6 sebagaimana firman-Nya
dalam suatu nas lain: "Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut
peraturan Melkisedek."
5:7 Dalam hidup-Nya sebagai
manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan
keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena
kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.
5:8 Dan sekalipun Ia adalah
Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,
5:9 dan sesudah Ia mencapai
kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang
taat kepada-Nya,
5:10 dan Ia dipanggil menjadi
Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.
Mrk.
2:18-22
2:18 Pada suatu kali ketika
murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah
orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: "Mengapa murid-murid Yohanes dan
murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?"
2:19 Jawab Yesus kepada
mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang
mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak
dapat berpuasa.
2:20 Tetapi waktunya akan
datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan
berpuasa.
2:21 Tidak seorang pun
menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika
demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu
makin besarlah koyaknya.
2:22 Demikian juga tidak
seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena
jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan
kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan
dalam kantong yang baru pula.
Puasa
dan Ibadat, atau Menunda Makan?
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Gereja
Universal merayakan Perayaan Wajib Santa Agnes, Martir dan Perawan. Ia merupakan
martir agi Gereja karena mempertahankan kemurniannya demi Gereja dengan menolak
pernikahan dengan seorang anak pejabat wilayah pada zamannya.
Bacaan hari ini
memberikan bahan permenungan mengenai puasa. Di mana ada pihak yang
merasa bahwa puasanya, salah satu bagian ibadat yang mereka lakukan, sebentuk
kesalehan. Pada sisi lain puasa sebagaimana Yesus kehendaki dan menjadi bagian
juga atas kesalehan dan perwujudan
ibadat. Yang membedakan adalah, pusat dan fokus dari puasa itu.
Mungkin hampir identik dengan perihidup dan
perilaku berpuasa, dan ibadat lainnya hari-hari ini, dan sebagai anak bangsa
Nusantara yang cukup kenyang dengan puasa, semata menunda lapar. Di mana puasa
menjadi ajang narsisme, aktifitas ibadah yang dikapitalisasi sehingga menjadi
gaya hidup dan lebih boros. Konteks waktu itu, puasa menjadi gaya hidup dan
malah dipertontonkan bahwa mereka adalah orang yang saleh, patut mendapatkan
pujian, dan merasa lebih daripada orang lain. Fokus ke dalam diri dan pemenuhan
egoisme semata.
Yesus mengehendaki bahwa puasa itu semata-mata
perwujudan sikap syukur atas kasih karunia Allah yang telah diterima. Adanya pengekangan
hawa nafsu, adanya bentuk solidaritas bagi orang yang menderita kelaparan dan
kehausan karena kemiskinan, penderitaan, pengungsian, dan derita lainnya. Aspek
sosial di mana mau merasakan dengan pilihan sadar bahwa ada orang lain yang mau
tidak mau ya kelaparan dan kehausan. Aspek spritual untuk ungkapan syukur dan
menderita bersama dengan Tuhan yang menderita bagi umat manusia. Ada kehendak
kuat untuk mengendalikan diri, menahan segala hawa nafsu, termasuk makan dan
minum.
Sering kita gagal pada ritual dan kemudian malah
hanya jatuh pada derita kepalaran semata, tidak menghantar pada penemuan Tuhan
dan kasih kepada sesama. Ketika kelaparan hanya untuk menunda makan dan pesta
pora setelahnya. Emosional atas nama puasa, mengumbar hawa nafsu setelahnya,
dan seterusnya.
Budaya lama itulah yang hendak Tuhan perbarui. Makna
lebih sehingga tidak saling merusak, namun memberikan perkembangan lebih baik
dan pembaruan yang nyata. Gambaran dengan memakai ilustrasi kantong anggur lama
dan baru yang sangat bagus dan membantu kita memahami kehendak Tuhan. BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar