Selasa, 22 Januari 2019

Agama antara Ritual dan Pengamalan


Selasa pekan Biasa II (H)
Ib. 6:10-20
Mzm.111:1-2,4-5.9-10c
Mrk. 2:23-28



Ib. 6:10-20

6:10 Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang.
6:11 Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya,
6:12 agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.
6:13 Sebab ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya,
6:14 kata-Nya: "Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak."
6:15 Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.
6:16 Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan.
6:17 Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
6:18 supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
6:19 Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir,
6:20 di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.



Mrk. 2:23-28

2:23 Pada suatu kali, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya memetik bulir gandum.
2:24 Maka kata orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"
2:25 Jawab-Nya kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan,
2:26 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu -- yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam -- dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?"
2:27 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,
2:28 jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat."



Agama antara Ritual dan Pengamalan

Saudara terkasih, hari ini kita diajak merenungkan firman Tuhan yang berbicara mengenai perihidup  beriman dan beragama yang berkualitas. Apa artinya berkualitas dalam beragama? Kualitas beragama berarti tidak semata-mata berbicara hafalan ini dan itu. Hafal soal  Kitab Suci, dogma, ajaran dari A-Z, itu semua tidak cukup.
Kemanusiaan dan pengamalan ajaran beragama menjadi tuntutan Yesus, sebagai pengembangan dari cara beragama para Farisi dan ahli Taurat. Mereka ahli, hafal, dan tahu dengan fasih apa yang dilarang dan apa yang diperintahkan Taurat. Mereka tidak akan tercela untuk soal itu. Namun bagaimana mereka mengaplikasikannya, menghidupinya di dalam hidup bersama itu menjadi tanda tanya.
Tuhan tidak mengritik apa yang mereka lakukan itu sebagai hal yang buruk, namun tidak cukup. Hapal itu baik, namun lebih bagus lagi jika  apa yang mereka ketahui itu juga dilakukan di dalam hidup bersama mereka.
Saudara terkasih, kita masih sering terbelenggu dalam keyakinan agamaku, gerejaku, dan apa yang aku miliki, dan milik orang lain, atau keyakinan lain itu sebagai hal yang berbeda, adalah musuh. Perlu diseragamkan, perlu disamakan, dan aku yang paling baik. Inilah yang menjadi persoalan di dalam hidup bersama kita. Memisahkan atas nama agama, label, dan segmentasi perbedaan yang kita miliki. Padahal ada yang sama di mana kemanusiaan itu di atas segalanya.
Ritual fasih, upacara ini dan itu luar biasa. Devosi ke mana-mana, namun abai akan hidup di dalam keluarganya. Keluarganya kacau karena asyik dengan pelayanannya. Di mana model beriman dan beragama jika demikian? Tentu tidak salah bukan berdevosi, berziarah, dan melakukan pelayanan, menjadi masalah adalah ketika ada yang dikorbankan. Orang hanya mementingkan kepentingan dirinya, kecenderungan egoisme rohani ini diidap oleh pribadi yang tidak  memahami ajaran Tuhan secara utuh. Jika tahu kehendak Tuhan, tentu tidak akan mengorbankan keluarganya. Salib itu horisintal dan vertikal. Hukum kasih pun demikian. Ketika belum  bisa berimbang, berarti ada masalah. Ini yang  Tuhan kritik.BD.eLeSHa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar