Pw. S.
Yohanes Bosco, Im (P)
2 Sam.
24:2,9-27
Mzm.
32:1-2,5,6,7
Mrk. 6:1-6
2 Sam.
24:2,9-27
24:2 Lalu berkatalah raja kepada Yoab dan para panglima tentara
yang bersama-sama dengan dia: "Jelajahilah segenap suku Israel dari Dan
sampai
24:9 Lalu Yoab memberitahukan kepada raja hasil pendaftaran
rakyat. Orang Israel ada delapan ratus ribu orang perangnya yang dapat memegang
pedang; dan orang Yehuda ada lima ratus ribu.
24:10 Tetapi berdebar-debarlah hati Daud, setelah ia menghitung
rakyat, lalu berkatalah Daud kepada TUHAN: "Aku telah sangat berdosa
karena melakukan hal ini; maka sekarang, TUHAN, jauhkanlah kiranya kesalahan
hamba-Mu, sebab perbuatanku itu sangat bodoh."
24:11 Setelah Daud bangun dari pada waktu pagi, datanglah firman
TUHAN kepada nabi Gad, pelihat Daud, demikian:
24:12 "Pergilah, katakanlah kepada Daud: Beginilah firman
TUHAN: tiga perkara Kuhadapkan kepadamu; pilihlah salah satu dari padanya, maka
Aku akan melakukannya kepadamu."
24:13 Kemudian datanglah Gad kepada Daud, memberitahukan kepadanya
dengan berkata kepadanya: "Akan datangkah menimpa engkau tiga tahun
kelaparan di negerimu? Atau maukah engkau melarikan diri tiga bulan lamanya
dari hadapan lawanmu, sedang mereka itu mengejar engkau? Atau, akan adakah tiga
hari penyakit sampar di negerimu? Maka sekarang, pikirkanlah dan timbanglah,
jawab apa yang harus kusampaikan kepada Yang mengutus aku."
24:14 Lalu berkatalah Daud kepada Gad: "Sangat susah hatiku,
biarlah kiranya kita jatuh ke dalam tangan TUHAN, sebab besar kasih sayang-Nya;
tetapi janganlah aku jatuh ke dalam tangan manusia."
24:15 Jadi TUHAN mendatangkan penyakit sampar kepada orang Israel
dari pagi hari sampai waktu yang ditetapkan, maka matilah dari antara bangsa
itu, dari Dan sampai Bersyeba, tujuh puluh ribu orang.
24:16 Ketika malaikat mengacungkan tangannya ke Yerusalem untuk
memusnahkannya, maka menyesallah TUHAN karena malapetaka itu, lalu Ia berfirman
kepada malaikat yang mendatangkan kemusnahan kepada bangsa itu: "Cukup!
Turunkanlah sekarang tanganmu itu." Pada waktu itu malaikat TUHAN itu ada
dekat tempat pengirikan Arauna, orang Yebus.
24:17 Dan berkatalah Daud kepada TUHAN, ketika dilihatnya malaikat
yang tengah memusnahkan bangsa itu, demikian: "Sesungguhnya, aku telah
berdosa, dan aku telah membuat kesalahan, tetapi domba-domba ini, apakah yang
dilakukan mereka? Biarlah kiranya tangan-Mu menimpa aku dan kaum
keluargaku."
Mrk. 6:1-6
6:1 Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat
asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia.
6:2 Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat
yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana
diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan
mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?
6:3 Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus,
Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada
bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.
6:4 Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati
di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan
di rumahnya."
6:5 Ia tidak dapat mengadakan satu mujizat pun di sana, kecuali
menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka.
6:6a Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka.
6:6b Lalu
Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.
Yohanes don Bosco
Yohanes Bosco dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1815,
di Becchi, sebuah dusun kecil di Castelnuovo d'Asti (sekarang namanya Castelnuovo
Don Bosco), Italia. Ayahnya, Francesco, seorang petani yang miskin. Francesco
mempunyai tiga orang putera: Antonio (dari isteri pertamanya yang telah
meninggal dunia), Yusuf dan Yohanes. Francesco meninggal dunia saat Yohanes
baru berusia dua tahun.
Ibunya, Margarita, dengan segala daya upaya dan kerja
keras berusaha menghidupi keluarganya. Namun demikian kerja keras dan
kemiskinan tidak menghalangi Margarita untuk senantiasa menceritakan kepada
anak-anaknya segala kebaikan Tuhan: siang dan malam, bunga-bunga dan
bintang-bintang, “Oh, betapa indahnya Tuhan menjadikan segala sesuatu untuk
kita!”, kata mama Margarita. Diajarkannya kepada Yohanes kecil bagaimana
mengolah tanah dan bagaimana menemukan Tuhan yang ada di surga yang indah
melalui panen yang berlimpah dan melalui hujan yang menyirami tumbuh-tumbuhan.
Di gereja, Mama Margarita berdoa dengan khusuk, ia mengajari anak-anaknya
untuk melakukan hal yang sama. Bagi Yohanes, berdoa berarti berbicara kepada
Tuhan dengan kaki berlutut di atas lantai dapur, berdoa juga berarti berpikir
tentang-Nya ketika ia sedang duduk di atas rerumputan sambil menatap ke arah
surga. Dari ibunya, Yohanes belajar melihat Tuhan dalam wajah sesama, yaitu
mereka yang miskin, mereka yang sengsara, mereka yang datang mengetuk rumah
mereka sepanjang musim dingin, dan yang kepada siapa Mama Margarita memberikan
tumpangan, menyuguhkan sup hangat serta membagikan makanan dari kemiskinan
mereka.

MIMPI YANG MENAKJUBKAN

Pada usia sembilan tahun untuk pertama kalinya Yohanes
mendapat mimpi yang amat menakjubkan yang menggambarkan keseluruhan hidupnya
kelak. Dalam mimpinya Yohanes sedang berada di lapangan yang luas. Ia melihat
banyak sekali anak di sana, ada yang tertawa, bermain dan ada pula yang
bersumpah serapah. Yohanes tidak suka anak-anak itu menghina Tuhan. Ia segera
berlari untuk menghentikan mereka sambil berteriak dan mengepalkan tinjunya.
Tampaklah “Seorang yang Agung” berpakaian jubah putih
dan wajah-Nya bersinar. Ia memanggil Yohanes dengan namanya, memintanya agar
tenang serta menasehatinya:
“Bukan dengan kekerasan, tetapi dengan kelemahlembutan
serta belas kasih, kamu akan menjadikan mereka semua teman-temanmu.
Beritahukanlah kepada mereka keburukan dosa dan ganjaran kebajikan.”
“Tidak tahukah Engkau,” bisik Yohanes kecil, “bahwa
hal itu tidak mungkin?”
“Apa yang tampaknya tidak mungkin bagimu, kamu akan
menjadikannya mungkin jika saja kamu melakukannya dengan ketulusan hati dan
pengetahuan.”
“Di mana dan bagaimana aku memperoleh pengetahuan?”
Aku akan memberimu seorang Bunda, dengan bimbingan
darinya saja seseorang akan menjadi bijaksana, tanpa bimbingannya semua
pengetahuan tidak ada gunanya.”
“Tetapi siapakah Engkau yang berbicara seperti itu?”
“Aku adalah Putera dari Surga. Ibumu telah mengajarkan
kepadamu untuk menghormati-Ku tiga kali sehari.”
“Ibuku melarangku untuk berbicara dengan seseorang
yang tidak aku kenal. Katakanlah siapa nama-Mu.”
“Tanyakan nama-Ku kepada ibu-Ku.”
Kemudian, tampaklah seorang wanita yang amat anggun.
Ia mengenakan gaun panjang yang berkilau-kilauan, seolah-olah jubahnya itu
terbuat dari bintang-bintang yang paling cemerlang. Wanita itu memberi isyarat
kepada Yohanes untuk datang mendekat kepadanya. Dengan lembut diraihnya tangan
Yohanes, katanya, "Lihatlah."
Gerombolan anak-anak lenyap. Yang tampak oleh Yohanes
sekarang ialah sekawanan binatang buas: kambing liar, harimau, serigala,
beruang….
“Inilah tempat di mana kamu harus bekerja. Jadikan
dirimu rendah hati, kuat dan penuh semangat. Apa yang kamu lihat terjadi pada
binatang-binatang buas ini, kamu harus melakukannya kepada anak-anakku.”
Yohanes melihat bahwa binatang-binatang buas itu kini
telah berubah menjadi sekumpulan besar anak domba yang jinak, berkerumun dan
berdesak-desakan di sekitar Kedua Tamu Agungnya. Melihat itu Yohanes menangis
dan minta penjelasan dari Si Wanita karena ia sama sekali tidak mengerti apa
arti semua itu. Wanita itu membelainya dan berkata:
“Kamu akan mengerti semuanya jika waktunya telah
tiba.”
Yohanes terbangun dan ia tidak dapat tidur kembali.Tahun-tahun
mendatang dalam hidupnya telah dinyatakan dalam mimpi itu. Mama Margarita dan
Yohanes percaya bahwa mimpi itu adalah gambaran jalan hidup Yohanes kelak.
AHLI SULAP DAN AKROBAT

Sejak itu Yohanes senantiasa berusaha berbuat baik
kepada teman-temannya. Ketika terompet pemain sirkus berbunyi untuk mengumumkan
adanya pesta lokal di sebuah bukit di dekat situ, Yohanes pergi dengan penuh
semangat dan duduk di baris terdepan. Rombongan sirkus itu menampilkan badut,
sulap, permainan-permainan dan akrobat. Yohanes memperhatikan dengan
sungguh-sungguh dan mempelajari semua atraksi yang ditampilkan.


“Kita akan memulainya dengan berdoa Rosaio, Peristiwa
Mulia, untuk menghormati hari Minggu.”
Anak-anak itu mengeluh, tetapi mereka menurut. Setelah
ia mengajak anak-anak menyanyikan satu kidung bagi Bunda Maria, Yohanes berdiri
di atas kursi dan mulai menjelaskan isi Kitab Suci seperti yang didengarnya
pada Misa pagi. Jika seorang anak menolak untuk mendengarkan khotbahnya atau
menolak berdoa, Yohanes akan berkata: “Baiklah. Aku tidak akan mengadakan
pertunjukan hari ini. Jika kalian tidak berdoa, bisa saja aku terjatuh dan
leherku patah.”
Permainan dan Sabda Tuhan mulai mengubah perilaku teman-temannya.
Yohanes kecil mulai menyadari bahwa agar dapat berbuat baik untuk sedemikian
banyak anak, ia perlu belajar dan menjadi seorang imam. Imam Castelnuovo
melihat perkembangan iman Yohanes yang luar biasa, hingga ia mengijinkan
Yohanes menrima komuni dua tahun lebih awal dari usia yang ditentukan Gereja.

PERGI DARI RUMAH

Demi keselamatan Yohanes, Mama Margarrita membuat
suatu keputusan yang amat menyedihkan hatinya sendiri, ia menyuruh Johanes
pergi.
PERTANIAN MOGLIA
Di suatu pagi yang dingin di bulan Februari 1827,
Yohanes pergi menginggalkan rumah dan berkelana untuk mencari pekerjaan.
Usianya baru 12 tahun. Sungguh sulit mencari pekerjaan di musim dingin, hanya
pada musim panas saja pertanian membutuhkan banyak tenaga kerja. Setiap kali
Yohanes selalu di tolak. Hingga tibalah ia di rumah Tn. Luigi Moglia, seorang
petani kaya, dekat Moncucco.
“Pulanglah nak,” kata petani itu. “Datanglah kembali
pada Hari Raya Kabar Sukacita”
“Berbelas kasihlah, ya Tuan,” Yohanes memohon, “Tuan
tidak perlu membayarku satu sen pun, aku tidak minta apa-apa….ijinkanlah aku
tinggal!”
“Tidak mungkin. Pergilah!”
“Tidak, Tuan. Aku akan duduk di lantai sini dan tidak
akan pergi.”
Yohanes merasa amat perih hatinya dan menangis.
Tergerak oleh belas kasihan, Yohanes diterima bekerja sebagai penggembala sapi.
Yohanes amat gembira dan bekerja sebaik yang ia mampu. Ia menggembalakan
sapi-sapinya di padang rumput, memerah susu, menumpuk jerami di palungan, dan membajak
sawah. “Mataku terbuka lebar-lebar jika aku sedang bekerja, dan aku tidak
berhenti sampai tiba saatnya untuk tidur,” kenang Yohanes. Tanpa ibu dan
saudara, tanpa teman di sampingnya, Yohanes memusatkan diri sepenuhnya hanya
kepada Tuhan Allah yang amat dikasihinya.
Setiap hari Minggu Yohanes pergi ke gereja untuk
mengikuti Misa. Dengan ijin dari Don Cottino, imam paroki setempat, Yohanes
mengumpulkan anak-anak untuk bermain dan berdoa seperti yang dulu ia lakukan di
desanya.
SEKOLAH, SEMINARI & LUIGI COMOLLO
Tiga tahun kemudian Antonio pindah ke dusun lain.
Yohanes pulang kembali ke rumah dan melanjutkan sekolahnya, pertama-tama di
Castelnuovo dan kemudian di Chieri. Guna membiayai pendidikannya, selain
menerima sumbangan dari orang-orang yang bersimpati padanya, Yohanes Bosco juga
bekerja. Segala macam pekerjaan dilakukannya: penjahit, tukang roti, tukang
sepatu, tukang kayu, dan segala macam pekerjaan yang dapat dikerjakannya.
Sebagai pelajar, Yohanes seorang remaja yang pandai
dan cerdas. Ia adalah murid terbaik di antara semua murid sekolahnya. Ia
mengumpulkan teman-temannya dan membentuk suatu kelompok religius yang
diberinya nama Kelompok Sukacita. Yohanes menjadi penggerak utama bagi
teman-temannya. Kepribadiannya terbuka, dinamis, vitalitas hidupnya tinggi,
kadang ia kurang sabar dan terbawa emosi. Sekali waktu ia menekankan perbuatan
baik, kebenaran serta keadilan bukan dengan kelemahlembutan, tetapi justru
dengan tinjunya.
Pada suatu hari seorang guru datang terlambat ke
kelas. Murid-murid menjadi ribut, saling melempar buku dan kapur. Hanya seorang
anak saja yang duduk dengan tenang di bangkunya. Luigi Comollo seorang anak
yang tenang dan pendiam hingga Yohanes tidak pernah memperhatikannya.
“Ayo Luigi,” teriak salah seorang anak yang paling
nakal.
“Tidak, aku tidak mau bermain, aku sedang mengerjakan
sesuatu.”
“Datang, kataku!”
“Tidak.”
“Datang, atau kupukul kau.”
“Pukullah jika kamu mau.”
Dengan jengkel anak nakal itu datang dan mendaratkan
dua tinjunya ke wajah Luigi. Luigi tidak membalasnya. Dengan suara yang amat
tenang ia berkata,
“Puaskah kamu sekarang? Aku memaafkan kamu. Sekarang
biarkan aku sendiri.”
Penyerang itu mundur dengan perasaan malu. Sikap Luigi
yang amat tenang dan lembut itu mengesankan Yohanes. Yohanes dan Luigi ibarat
api dan air, seperti singa dan anak domba. Yohanes mengagumi Luigi dan darinya
ia belajar untuk menguasai diri dan meredam kemarahannya. Sejak itu mereka
bersahabat karib.
Setalah tamat sekolahnya, pada usia dua puluh tahun,
Yohanes Bosco mengambil keputusan yang amat penting dalam hidupnya: ia masuk
Seminari Chieri. Mama Margarita menegaskan kepadanya untuk selalu setia kepada
panggilannya, jika ia ragu-ragu lebih baik diurungkannya saja niatnya itu
daripada menjadi seorang imam yang lalai dan acuh. Nasehat ibunya itu diingat
dan dihormati oleh Yohanes sepanjang hidupnya.
Tak disangkanya, Luigi Comollo, menyusulnya beberapa
bulan kemudian. Kepadanyalah, Yohanes mengutarakan semua cita-cita dan
rencananya. Luigi sendiri tidak menyusun banyak rencana seperti Yohanes, ia
merasa bahwa hidupnya akan segera berakhir. Tak dikatakannya perasaannya itu
kepada sahabatnya, tetapi mereka berdua telah bersepakat: siapa pun yang
terlebih dahulu meninggal dunia akan memohon kepada Tuhan untuk memberi ijin
memberitahukan kepada sahabatnya yang masih di dunia bahwa ia telah masuk dalam
kebahagiaan abadi.
Tahun berikutnya, pada tanggal 2 April 1839, hari
Kamis sesudah Paskah, Luigi meninggal dunia karena demam. Yohanes amat berduka
karena bagian dari dirinya yang berharga telah pergi. Malam sesudah pemakaman
dua puluh orang yang tidur dalam satu kamar asrama dengan Yohanes terbangun
karena suara yang aneh. Seolah-olah sebuah kereta kuda, atau kereta api, sedang
melaju di lorong, kereta itu menerjang dan menghantam bagaikan gemuruh
artileri, menyebabkan lantai dan langit-langit berguncang, pintu kamar terbuka
lebar-lebar dan masuklah ke dalam ruangan mereka suatu sinar yang tiba-tiba
bersinar amat terang. Dan, dalam keheningan, banyak dari mereka yang mendengar
suatu suara yang lembut menyanyi dengan gembira. Tetapi hanya seorang saja yang
mendengar perkataan ini:
“Bosco, aku selamat.”
Sinar menghilang dan pergi dengan cara yang sama
seperti datangnya. Kemudian segala sesuatunya berakhir. Yohanes dipenuhi dengan
sukacita dan syukur.
"Menghindarlah
dari teman-teman yang jahat sama seperti kamu menghindar dari gigitan ular
beracun. Jika teman-temanmu baik, saya yakin bahwa suatu hari kelak kamu akan
bersukacita bersama para kudus di Surga; tetapi jika kumpulanmu jahat, kamu
sendiri akan menjadi jahat pula, dan kamu berada dalam bahaya kehilangan
jiwamu." ~ St. Yohanes Bosco
http://yesaya.indocell.net/id119.htm