Sabtu
Prapaskah Pekan III (U)
Hos.
6:1-6
Mzm.
51:3-4,18-19,20-21
Luk.
18:9-14
Hos.
6:1-6
6:1 "Mari, kita akan
berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan
menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita.
6:2 Ia akan menghidupkan kita
sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita
akan hidup di hadapan-Nya.
6:3 Marilah kita mengenal dan
berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan
datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi
bumi."
6:4 Apakah yang akan
Kulakukan kepadamu, hai Efraim? Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai
Yehuda? Kasih setiamu seperti kabut pagi, dan seperti embun yang hilang
pagi-pagi benar.
6:5 Sebab itu Aku telah
meremukkan mereka dengan perantaraan nabi-nabi, Aku telah membunuh mereka
dengan perkataan mulut-Ku, dan hukum-Ku keluar seperti terang.
6:6 Sebab Aku menyukai kasih
setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih
dari pada korban-korban bakaran.
Luk.
18:9-14
18:9 Dan kepada beberapa
orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain,
Yesus mengatakan perumpamaan ini:
18:10 "Ada dua orang
pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain
pemungut cukai.
18:11 Orang Farisi itu
berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur
kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok,
bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;
18:12 aku berpuasa dua kali
seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
18:13 Tetapi pemungut cukai
itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan
ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
18:14 Aku berkata kepadamu:
Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain
itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan
barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Isa
Rumangsa atau Rumangsa Isa?
Saudara terkasih, hari ini kita bersama Bunda
Gereja bersama-sama merenungkan bagaimana sikap kita di dalam hidup beriman
ataupun hidup bersama sebagai saudara. Tuhan memberikan dua contoh pribadi yang
bertolak belakang sebagai teladan. Satu adalah Farisi, ini bukan berbicara
pribadi atau kelompok dalam konteks saat ini. Yang membanggakan diri. Pada bagian
lain ada pemungut cukai yang merasa sangat rendah dan berdosa.
Dua arus utama kemanusiaan memang lekat pada soal
seperti ini. Merasa paling baik, benar, dan
paling saleh. Kita bisa melihat bagaimana dalam hidup bersama dalam
bernegara ini pun demikian. berlomba-lomba mempertontonkan cara beragama,
memamerkan kesalehan individual dan memaksakan takaran yang ada pada orang atau
pihak lain.
Ketika demikian, penghakiman pun dimulai. Mencela yang
tidak sama dengan cara pikir, cara bertindak, bahkan hanya berpakaian dan
penampilan pun dianggap sebagai bagian utuh dari iman. Padahal itu semata
luaran, yang tidak berdampak dalam hidup. Lebih memilukan lagi, mereka
melakukan itu semata-mata pamrih, menarik perhatian, dan sama sekali tidak
memperbaiki kualitas hidupnya. Rumangsa
isa.
Pihak lain, yang diwakili pemungut cukai, merasa tidak
pantas, menebah dada sebagai ungkapan sesal, dan membungkukan badan ketika
berdoa. Sikap kerendahan hati, tahu diri dan merasa sangat tidak pantas datang
ke hadapan Tuhan. Keterbukaan dirinya sebagai pribadi yang berdosa, hidup dalam
kelemahan, kedagingan, yang ia sadari, sehingga tidak patut datang untuk berdoa
sekalipun. Isa rumangsa.
Dalam hidup bersama, jarang kita melihat model
demikian. Tahu diri. Mengapa? Arogan, merasa diri lebih dari pada yang lain,
itu lebih kuat dibandingkan sikap dan pilihan untuk rendah hati. Memegahkan diri, meninggikan derajat, dan
kamuflase, seolah menjadi gaya hidup yang lebih baik. Padahal tidak
demikian. Itu hanya sebuah ilusi, maya,
tidak nyata, dan godaan duniawi.
Saudara terkasih, kadang kita sebagai orang
beriman, anak-anak Tuhan pun masih jatuh tergoda untuk menilai diri lebih dari
yang lain. Merendahkan dan menghakimi bahwa yang berbeda juga lebih buruk. Menganggap
yang berlainan sebagai musuh.
Tuhan menciptakan kita untuk saling melengkapi,
saling menyempurnakan, bukan untuk saling meniadakan. Kerjasama untuk
menjadikan dunia lebih baik. Kasih karunia menjadi kekuatan untuk itu. Dunia
mengajak untuk bersaing, Allah menyerukan sinergi dan saling memperlengkapi.
BD.eLeSHa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar