Senin, 21 Agustus 2017

Santo Pius X

Pw. S. Pius X, Paus (P)
Hak. 2:11-19
Mzm. 106:34-35,36-37,39-40,43ab,44
Mat. 19:16-22


Hak. 2:11-19

2:11 Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada para Baal.
2:12 Mereka meninggalkan TUHAN, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati TUHAN.
2:13 Demikianlah mereka meninggalkan TUHAN dan beribadah kepada Baal dan para Asytoret.
2:14 Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel. Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan perampok dan menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka, sehingga mereka tidak sanggup lagi menghadapi musuh mereka.
2:15 Setiap kali mereka maju, tangan TUHAN melawan mereka dan mendatangkan malapetaka kepada mereka, sesuai dengan apa yang telah diperingatkan kepada mereka oleh TUHAN dengan sumpah, sehingga mereka sangat terdesak.
2:16 Maka TUHAN membangkitkan hakim-hakim, yang menyelamatkan mereka dari tangan perampok itu.
2:17 Tetapi juga para hakim itu tidak mereka hiraukan, karena mereka berzinah dengan mengikuti allah lain dan sujud menyembah kepadanya. Mereka segera menyimpang dari jalan yang ditempuh oleh nenek moyangnya yang mendengarkan perintah TUHAN; mereka melakukan yang tidak patut.
2:18 Setiap kali apabila TUHAN membangkitkan seorang hakim bagi mereka, maka TUHAN menyertai hakim itu dan menyelamatkan mereka dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup; sebab TUHAN berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karena orang-orang yang mendesak dan menindas mereka.
2:19 Tetapi apabila hakim itu mati, kembalilah mereka berlaku jahat, lebih jahat dari nenek moyang mereka, dengan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya; dalam hal apa pun mereka tidak berhenti dengan perbuatan dan kelakuan mereka yang tegar itu.

Mat. 19:16-22

19:16 Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
19:17 Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah."
19:18 Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta,
19:19 hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
19:20 Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?"
19:21 Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
19:22 Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.



Santo Pius X

Nama asli St. Pius X adalah Giuseppe Melchiore Sarto. Lahir di Riese, Treviso, Italy pada tanggal 2 Juni 1835. Anak kedua dari sepuluh bersaudara ini lahir dalam suasana kemiskinan sebuah keluarga petani sederhana. Sejak awal kehidupannya, dia harus mengalami masa sulit bersama dengan keluarganya. Ayahnya, Giovanni Sarto adalah seorang tukang sepatu, petugas kebersihan kota dan juga seorang tukang pos. Ibunya, bernama Margherita Sanson bekerja sebagai seorang penjahit.
Kesempatan belajarpun dia peroleh karena ada sekolah paroki. Didampingi oleh pastor parokinya pada waktu itu, dia mulai mengembangkan kemampuan berpikirnya. Karena kepandaiannyadan kesantunannya, romo paroki tertarik untuk mengajak santo masuk sekolah seminari.
Pendidikan dasar ditempuhnya di Riese dan Castelfranco, Padua, Itali sampai di tahbiskan menjadi imam tanggal 18 Sepetember 1858.
Sebagai seorang imam muda, dia ditugaskan di sebuah paroki di Tombolo. Paroki yang tergolong kecil ini berada di Trentionom distrik Itali, umatnya berjumlah kurang lebih 1500 jiwa. Disini selama 8 tahun Romo Sarto bekerja diantara umatnya yang miskin. Karena pengalamannya masa kecil yang bersekolah di sekolah paroki, maka di Tombolo Romo Sarto juga mengusahakan sekolah pada malam hari untuk segala umur. Sekolah ini bersifat umum, maka orang-orang tua dan dewasa diajak untuk memperdalam imam mereka. Lagu-lagu Gregorian diperkenalkan kepada para petugas koor di paroki ini. Secara garis besar, umat senang sekali padanya karena kesalehannya, kefasikannya berbicara dan kegiatan-kegiatan pastoralnya. Bahkan seorang imam seniornya, Romo Constantini, mengenali keutamaan dalam diri Romo Sarto yang masih muda. Romo Constantini menulis, "Aku telah mendapatkan seorang partner Romo yang masih sangat muda. Dan aku mendapatkan tugas untuk mengajarinya tugas-tugas imam, namun yang terjadi adalah kebalikannya. Dia sangat tekun, penuh kepekaan, dan sebuah hadiah lain yang berharga adalah bahwaakulah yang belajar banyak darinya. Suatu hari kelak dia akan memakai Mitra(yang artinya menjadi seorang uskup), aku yakin. Setelah itu? Siapa tahu..."Ternyata, apa yang menjadi angan-angan Romo Constantini satu setengah abad yang lalu kini telah terjadi.
Karena kesalehan dan kemampuannya, Romo Santo diangkat Imam kanonik di Gereja Katedral Treviso pada bulan Juli tahun 1857. Tak lama kemudian ia ditunjuk sebagai pembimbing rohani, pengajar dan rektor di Seminari Treviso. Di usia ke 32 tahun Romo Sarto ditunjuk sebagai pastor kepala di Salzano, sebuah paroki besar di Keuskupan Treviso. Dengan segera perhatian, keprihatinan dan bantuannya kepada umat miskin di ketahui dan dikenal banyak orang. Dalam seluruh kesibukan pelayanan dan karya tersebut, keutamaan dalam diri Romo Sarto menjadi semakin nyata.
Semuanya itu perlahan-lahan menghantarkan ke dalam tahbisan uskup. Oleh Paus Leo XIII, Romo Sarto diangkat menjadi uskup di Mantua, Italia pada tahun 1884. Kondisi diosesan Mantua kacau balau ketika Sarto menjadi uskup. Pendidikan seminari sudah ditutup lebih dari 10 tahun sebelumnya karena situasi politik yang tidak menentu, banyak paroki mengalami kekosongan kepemimpinan pastor, kaum buruh semakin tidak menghiraukan hidup imannya karena pengaruh sosialisme, kaum intelektualnya sudah termakan pengaruh liberalisme, aliran Freemansory terus giat menyebarkan ajarannya dan dimana-mana muncul semangat antiklerikal.
Karena situasi politis, terjadi relasi yang tidak harmonis antara gereja dan pemerintah. Biara-biara ditekan, beberapa lembagaagama diatur oleh pemerinatah, harta kekayaan Gereja terkena pajak besar. Semua masalah politisini akhirnya berpengaruh pula pada kehidupan pada klerus, maupun orang awam. Seminari di Keuuskupan Mantua mengalami krisis dan akhirnya kehabisan murid. Di antara imam-imam muda, juga mulai berkembang pola hidup yang tidak disiplin. Perhatian pertama Uskup Sarto adalah pada persoalan pendidikan di seminari. Dengan keteladanan dan ketekunannya dalam mengajar, dia memperoleh kembali hati pada klerus. Para Klerus memulai lagi pelayanan di paroki-paroki.
Uskup Sarto yang saleh ini dengan tenang dan berani menghadapi masalah-masalah ini. Dengan sangat berani, ia membuka kembali pendidikan seminari dan meneguhkan imam-imamnya agar dengan tekun melayani umat di paroki masing-masing. Uskup Sarto pun tak kenal lelah mengadakan kunjungan pastoral ke semua paroki untuk mengenal dari dekat situasi umatnya. Dimana-mana ia berkotbah dan berjuang mengembalikan umatnya kepada penghayatan iman yang benar.
Kunjungan pastoralnya itu menggerakkan dia untuk mengadakan suatu sinode di Mantua. Sinode itu diselenggarakan tahun 1888 dan berhasil merumuskan sebuah pedoman kerja diosesan yang baru untuk membangkitkan kembali kehidupan rohani seluruh umat. Tuhan ternyata memberkati karya Uskup Sarto. Di seluruh keuskupan lahirlah kembali semangat baru untuk menghayati iman Kritiani. Antara negara dan Gereja terjalin satu hubungan yang baik, pengajaran katekismus bagi orang dewasa dan anak-anak digalakkan di seluruh dioses, perkawinan Katolik ditegakkan kembali dan anak-anak sudah bisa menerima komuni pertama sejak masa remajanya.
Tuhan ternyata benar-benar memberkati karya Uskup Sarto. Melihat hasil karya Uskup Sarto, Paus Leo XIII mengangkat Sarto menjadi Kardinal pada tanggal 12 Juni 1893. Tak lama kemudian Paus Leo mengangkatnya menjadi Beatrik di Venessia. Sebagai Beatrik di Venessia, dia memimpin umat yang lebih luas, termasuk didalamnya wilayah Tombolo, Sazano, dan Mantua. Di Venessia, Sarto tidak menemui banyak masalah. Namun ia mengadakan beberapa pembaharuan dibidang pendidikan seminari, musik liturgi dan metode pewartaan. Pelajaran agama yang dilarang kaum Freemansonry diberikan lagi disekolah-sekolah umum. Gereja Venessia benar-benar menjadi cerah dibawah Beatrik Sarto, Beatrik Sarto semakin nyata dalam memberikan kesediaan, hati dan ketulusannya kepada orang miskin. Dia masih memberi perhatian kepada pengajaran-pengajaran bagi orang tua dan dewasa untuk memperdalam iman mereka. Masalah sosial dan ekonomi menjadi perhatian utamanya. Bahkan saat sebuah serikat pekerja dibuat di Venessia, nama Beatrik Sarto menempati tempat pertama sebagai anggota terdaftar yang mempunyai kewajiban untuk membayar iuran wajib bagi anggota. Bahkan pernah terjadi, ada tanda-tanda bahwa surat kabar milik keuskupan akan bangkrut dan gulung tikar. Maka Beatrik Sarto berkata, "aku akan menjual salib dan jubahku supaya surat kabar jalan terus." Hatinya memang diberikan secara total kepada umatnya.
Pada tanggal 20 Juli 1903, Paus Leo XIII akhirnya berpulang menghadap Bapa. Seluruh dunia berduka. Maka, kardinal-kardinal diseluruh dunia berkumpul di Roma, untuk mengikuti konklaf untuk memilih Paus baru. Menurut cerita, Kardinal Sarto punya pengalaman menarik soal keberangkatannya ke Roma. Kardinal Sarto ternyata menemui kesulitan biaya untuk perjalanannya ke Roma, karena terlalu banyak kegiatan sosial dan karitatif yang dilakukannya. Maka, tiketnya yang rencananya adalah pulang-pergi dijualnya kembali menjadi tiket sekali jalan saja. Ternyata ini tidak menjadi kebetulan begitu saja. Karena memang Kardinal Sarto tidak kembali ke Venessia. Pada saat Konklaf pemilihan pengganti Paus Leo XIII adalah Kardinal Sarto. Mulanya ia menolak menerima jabatan mulia tersebut. Dengan rendah hati ia meminta para kardinal agar tidak memilihnya menjabat martabat Gerejawi yang luhur itu, namuun karena desakan pada Kardinal, akhirnya Kardinal Sarto menerima jabatan itu. Ia hanya bisa menundukkan kepala dan membisikkan, "Fiat Foluntas Tua" (Terjadilah Kehendak-Mu). Secara resmi ia menerima jabatan sebagai penerus Santo Petrus pada tanggal 9 Agustus 1903.
Dengan terpilihnya Kardinal Sarto menjadi Paus dengan mengambil nama Pius X, dunia menjadi sebuah paroki dari kepausan ini. Dalam ensikliknya yang pertama, dia menjabarkan visi kepausannya, ialah membaharui segala sesuatu didalam Kristus. Dua peristiwa penting yang mewarnai masa kepausannya adalah
1. Pemisahan antara Gereja dan negara
Kejadian ini  di Perancis mengakibatkan hampir seluruh kekayaan Gereja dirampas oleh Pemerintah. Namu sebagai akibatnya, seluruh gereja mempunyai kebebasan penuh dari kekuasaan sipil.

2. Kutukan terhadap gerakan filsafatdan teologi aliran modernisme.
Paus Pius X yang takut akan merosotnya otoritas rohani Gereja mencela bahkan mengutuk aliran modernisme itu. Dalam dekritnya Lamentabili dan esiklik Pascendi Dominici Gregis, Pius X secara resmi mengutuk modernisme. Sikap Paus Pius X yang sangat tegas ini mengakibatkan banyak dari pembantunya yang licik untuk menggunakan kesempatan dan cara-cara yang tidak terpuji, bahkan tidak halal untuk ahli-ahli teologi yang berpikir maju. Terhadap kegiatan kerasulan awam, khususnya dibidang sosial dan politis, Paus Pius X senantiasa bersifat curiga dan hati-hati.
Disamping ketegasannya itu, patut dicatat pula bahwa Paus Pius X juga melakukan berbagai tindakan penting yang membantu Gereja bersikap luwes dan adaptif dengan situasi dan tuntutan zaman. Misalnya kodifikasi gereja, reorganisasi dan modernisasi kuria Roma, pendirian lembaga studi dan pendidikan Kitab Suci dan usaha membaharui terjemahan Kitab Suci dalam bahasa Latin (Vulgata : diselesaikan pada tahun 1979). Ia berusaha keras menghidupkan ibadat umat terutama musik liturgi, juga memajukan devosi pada Santa Perawan Maria. Seruan Paus Pius X yang sangat terkenal adalah persoalan Komuni Kudus. Penerimaan Komuni yang pertama diperbolehkan sejak usia kanak-kanak, dan mendorong umat untuk menerima Komuni Kudus sesering mungkin, bahkan Paus Pius X mendorong penerimaan Komuni Kudus bagi yang sakit.
Untuk memperbarui semuanya dalam Kristus, Paus Pius X mengajak para klerus untuk membuat sebuah pengajaran umum bagi kaum muda dan tua. Paus Pius X berpendapat, kejahatan dunia menjadi sebuah tawaran untuk tidak semakin mengenal Allah. Maka, sangatlah perlu bagi imam-imam agar membuat kebenaran sejati tersediabagi semua orang, dan dalam bahasa yang dipahami. Bahkan sebagai contohnya, Paus Pius X menyempatkan diri dalam satu hari dalam seminggu untuk memberi pengajaran umum di lapangan Vatican.
Kesucian hidup Paus Pius X akhirnya memberi daya dalam banyak hal.Tahun 1905 Paus Pius X mempublikasikan sebuah tulisan yang berisi sebuah usulan pemecahan masalah-masalah sosial. Dalam tulisan tersebut Paus Pius X menekankan kembali perlunya dan kekuatan sebuah doa, Namuun juga diungkapkan, bahwa masyarakat tidak akan menjadi kristiani hanya dengan doa sendiri. Tindakan nyata sangat diperlukan, bahkan Paus Pius X menunjuk teladan hidup para rasul dan para roh kudus yang memang mengintegrasikan hidup doa dan kerja.
Meskipun ia seorang paus, namun ia tetap sederhana dan sayang pada umat. Semasa hidupnya, ia beberapa kali menyembuhkan beberapa orang dari penyakit secara ajaib. Selama hidupnya(sampai umur 79 tahun) Paus Pius X bekerja dengan giat sebagai pengajar iman. Dengan mata kepala sendiri, Paus Pius X melihat dan merasakan dengan jelasketakutan yang muncul dari konfilk internasional. Namun dia juga merasa sudah tidak mampu lagi untuk terlibat dalam usaha menanganinya. Dua minggu setelah Perang Dunia Pertama pecah, Paus Pius X diserang penyakit influenza dan kelemahan tubuuhnya tak dapat bertahan lama. Pada tanggal 20 Agustus 1914, Paus Pius X akhirnya menghadap Sang Pencipta. Sebelum meninggal dunia, dalam surat wasiatnya ia menulis: "saya dilahirkan miskin, saya hidup miskin dan saya ingin mati secara miskin pula".

Segera setelah Paus Pius X meninggal terdengar banyak permintaan agar diadinyatakan 'kudus' oleh Gereja. Santo Pius X adalah contoh seorang kudus yang mempunnyai keutamaan yang mendalam, memiliki belas kasih, cinta kasih, kerendahan hati, kecintaan pada pelayanan umat, dan kesederhanaan. http://stpiusxkra.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar